Latest Article Get our latest posts by subscribing this site
Statistik Kecelakaan Kerja (Work Accident Statistics)
Posted by Unknown
Posted on 22.28
with No comments
STATISTIK ITU ?
Secara sempit statistik dapat diartikan sebagai data. Dalam arti yang luas statistik dapat berarti sebagai alat untuk : menentukan sampel, mengumpulkan data, menyajikan data, menganalisa data dan menginterpretasi data, sehingga menjadi informasi yang berguna.
Secara sempit statistik dapat diartikan sebagai data. Dalam arti yang luas statistik dapat berarti sebagai alat untuk : menentukan sampel, mengumpulkan data, menyajikan data, menganalisa data dan menginterpretasi data, sehingga menjadi informasi yang berguna.
JENISNYA
Statistika dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Statistik Deskriptif dan Statistik Inferensial. Selanjutnya statistik inferensial dibedakan menjadi Statistk Parametris dan Non-parametrik.
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan suatu hasil observasi atau pengamatan. Juga hasil akhirnya tidak digunakan untuk menarik kesimpulan.
Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data/hasil observasi dari sampel, yang hasilnya akan digeneralisasikan (diinferensikan) untuk populasi dimana sampel tersebut diambil. Selanjutnya yang disebut sebagai Statistik Parametris terutama digunakan untuk menganalisa data interval/rasio dan diasumsikan distribsinya normal. (bell-shaped). Statistik non-parametrik digunakan untuk menganalisa data nominal dan ordinal.
Statistika dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Statistik Deskriptif dan Statistik Inferensial. Selanjutnya statistik inferensial dibedakan menjadi Statistk Parametris dan Non-parametrik.
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan suatu hasil observasi atau pengamatan. Juga hasil akhirnya tidak digunakan untuk menarik kesimpulan.
Statistik inferensial adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data/hasil observasi dari sampel, yang hasilnya akan digeneralisasikan (diinferensikan) untuk populasi dimana sampel tersebut diambil. Selanjutnya yang disebut sebagai Statistik Parametris terutama digunakan untuk menganalisa data interval/rasio dan diasumsikan distribsinya normal. (bell-shaped). Statistik non-parametrik digunakan untuk menganalisa data nominal dan ordinal.
STATISTIK DALAM PENILAIAN KINERJA PROGRAM K3
Tujuan dan manfaat statistik dalam penerapan K3 adalah digunakan untuk menilai ‘OHS Performance Programs’. Dengan menggunakan statistik dapat memberikan masukan ke manajemen mengenai tingkat kecelakaan kerja serta berbagai faktor yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mencegah menurunnya kinerja K3.
Konkritnya statistik dapat digunakan untuk :
• Mengidentifikasi naik turunnya (trend) dari suatu timbulnya kecelakaan kerja
• Mengetahui peningkatan atau berbagai hal yang memperburuk kinerja K3
• Membandingkan kinerja antara tempat kerja dan industri yang serupa (T-Safe Score)
• Memberikan informasi mengenai prioritas pengalokasian dana K3
• Memonitor kinerja organisasi, khususnya mengenai persyaratan untuk penyediaan sistim/tempat kerja yang aman
Tujuan dan manfaat statistik dalam penerapan K3 adalah digunakan untuk menilai ‘OHS Performance Programs’. Dengan menggunakan statistik dapat memberikan masukan ke manajemen mengenai tingkat kecelakaan kerja serta berbagai faktor yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mencegah menurunnya kinerja K3.
Konkritnya statistik dapat digunakan untuk :
• Mengidentifikasi naik turunnya (trend) dari suatu timbulnya kecelakaan kerja
• Mengetahui peningkatan atau berbagai hal yang memperburuk kinerja K3
• Membandingkan kinerja antara tempat kerja dan industri yang serupa (T-Safe Score)
• Memberikan informasi mengenai prioritas pengalokasian dana K3
• Memonitor kinerja organisasi, khususnya mengenai persyaratan untuk penyediaan sistim/tempat kerja yang aman
Jenis-jenis penerapan Statistik dalam Aspek K3
1. Ratio Kekerapan Cidera (Frequency Rate)
Frekwensi Rate digunakan untuk mengidentifikasi jumlah cidera yang menyebabkan tidak bisa bekerja per sejuta orang pekerja. Ada dua data penting yang harus ada untuk menghitung frekwensi rate, yaitu jumlah jam kerja hilang akibat kecelakaan kerja (Lost Time Injury /LTI) dan jumlah jam kerja orang yang telah dilakukan (man hours).
1. Ratio Kekerapan Cidera (Frequency Rate)
Frekwensi Rate digunakan untuk mengidentifikasi jumlah cidera yang menyebabkan tidak bisa bekerja per sejuta orang pekerja. Ada dua data penting yang harus ada untuk menghitung frekwensi rate, yaitu jumlah jam kerja hilang akibat kecelakaan kerja (Lost Time Injury /LTI) dan jumlah jam kerja orang yang telah dilakukan (man hours).
Angka LTI diperoleh dari catatan lama mangkirnya tenaga kerja akibat kecelakaan kerja. Sedang jumlah jam kerja orang yang terpapar diperoleh dari bagian absesnsi atau pembayaran gaji. Bila tidak memungkinkan, angka ini dihitung dengan mengalikan jam kerja normal tenaga kerja terpapar, hari kerja yang diterapkan dan jumlah tenaga kerja keseluruhan yang beresiko.
Rumus:Frekwensi Rate = (Jumlah cidera dgn hilang waktu kerja x 1,000,000) / Total Person-hours Worked
Contoh:
Organisasi dengan tenaga kerja 500 orang, jumlah jam kerja yang telah dicapai 1,150,000 juta jam kerja orang. Pada saat yang sama cidera yang menyebabkan hilangnya waktu kerja sebanyak 46. Berapa frekwensi ratenya ?
Rumus:Frekwensi Rate = (Jumlah cidera dgn hilang waktu kerja x 1,000,000) / Total Person-hours Worked
Contoh:
Organisasi dengan tenaga kerja 500 orang, jumlah jam kerja yang telah dicapai 1,150,000 juta jam kerja orang. Pada saat yang sama cidera yang menyebabkan hilangnya waktu kerja sebanyak 46. Berapa frekwensi ratenya ?
Frekwensi Rate = 46 x 1,000,000 / 1,150,000 = 40
Nilai frekwensi rate 40 berarti, bahwa pada periode orang kerja tersebut terjadi hilangnya waktu kerja sebesar 40 jam per-sejuta orang kerja. Angka ini tidak mengindikasikan tingkat keparahan kecelakaan kerja. Angka ini mengindikasikan bahwa pekerja tidak berada di tempat kerja setelah terjadinya kecelakaan kerja.
Contoh 2
Suatu perusahaan dengan karyawan 1000 tenaga kerja, yang kegiatannya 50 minggu dengan 40 jam perminggu, mengalami 60 kecelakaan dalam setahun. Akibat kecelakaan tersebut tenaga kerja tidak masuk kerja 5% dari seluruh waktu kerjanya. Berapa frekwensi ratenya ?
Besarnya jam manusia hilang = 1000 x 50 x 40 = 2.000.000
Tidak masuk kerja 5% = 0,05 x 2.000.000 = 100.000
maka total Jam manusia hilang sesungguhnya : 2.000.000-100.000 = 1.900.000
Suatu perusahaan dengan karyawan 1000 tenaga kerja, yang kegiatannya 50 minggu dengan 40 jam perminggu, mengalami 60 kecelakaan dalam setahun. Akibat kecelakaan tersebut tenaga kerja tidak masuk kerja 5% dari seluruh waktu kerjanya. Berapa frekwensi ratenya ?
Besarnya jam manusia hilang = 1000 x 50 x 40 = 2.000.000
Tidak masuk kerja 5% = 0,05 x 2.000.000 = 100.000
maka total Jam manusia hilang sesungguhnya : 2.000.000-100.000 = 1.900.000
F = 60 x 1.000.000/ 1.900.000 = 31,58
Artinya : dalam setahun terjadi kira-kira 32 kecelakaan pada setiap 1.000.000 jam manusia
Artinya : dalam setahun terjadi kira-kira 32 kecelakaan pada setiap 1.000.000 jam manusia
2. Ratio Keparahan Cidera (Severity Rate)
Indikator hilangnya hari kerja akibat kecelakaan kerja untuk per sejuta jam kerja orang.
Rumus : Severity Rate = ( Jumlah hari kerja hilang x 1,000,000)/ Total Person-hours Worked
Contoh:
Sebuah tempat kerja telah bekerja 365,000 jam orang, selama setahun telah terjadi 5 kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan 175 hari kerja hilang. Tentukan rate waktu kerja hilang akibat kecelakaan kerja tersebut.
Indikator hilangnya hari kerja akibat kecelakaan kerja untuk per sejuta jam kerja orang.
Rumus : Severity Rate = ( Jumlah hari kerja hilang x 1,000,000)/ Total Person-hours Worked
Contoh:
Sebuah tempat kerja telah bekerja 365,000 jam orang, selama setahun telah terjadi 5 kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan 175 hari kerja hilang. Tentukan rate waktu kerja hilang akibat kecelakaan kerja tersebut.
Frekwensi Rate = ( 5 x 1,000,000) / 365,000 = 13,70
Severity Rate = (175 x 1,000,000) / 365,000 = 479
Severity Rate = (175 x 1,000,000) / 365,000 = 479
Nilai severity rate 479 mengindikasikan bahwa selama kurun waktu tersebut berarti, pada tahun tersebut telah terjadi hilangnya waktu kerja sebesar 479 hari per sejuta jam kerja orang.
Contoh 2
Angka-angka untuk menghitung frekwensi kecelakaan diketahui: jumlah hari -hari hilang 1200 sebagai akibat 60 kecelakaan Hitung Beratnya kecelakaan?
Sr :1.200 x 1000 /1.900.000 = 0.63
Artinya: setiap tahun kira-kira 0,63 hari (sehari) hilang pada setiap 1000 jam manusia
Angka-angka untuk menghitung frekwensi kecelakaan diketahui: jumlah hari -hari hilang 1200 sebagai akibat 60 kecelakaan Hitung Beratnya kecelakaan?
Sr :1.200 x 1000 /1.900.000 = 0.63
Artinya: setiap tahun kira-kira 0,63 hari (sehari) hilang pada setiap 1000 jam manusia
3. Rerata Hilangnya Waktu Kerja (Average Time Lost Rate/ALTR)
Ukuran indicator ini sering disebut juga ‘Duration Rate’ digunakan untuk mengidikasikan tingkat keparahan suatu kecelakaan. Dengan penggunaan ALTR yang dikombinasikan denga Frekwensi Rate akan lebih menjelaskan hasil kinerja program K3. ALTR dihitung dengan membagi jumlah hari yang hilang akibat kecelakaan dengan jumlah jam kerja yang hilang (LTI).
Rumus: Average Time Lost Rate = (Number of LTI x 1,000,000) / Total Person-hours Worked Atau Average Time Lost Rate = ( Frekwensi Rate) / Severity Rate
Ukuran indicator ini sering disebut juga ‘Duration Rate’ digunakan untuk mengidikasikan tingkat keparahan suatu kecelakaan. Dengan penggunaan ALTR yang dikombinasikan denga Frekwensi Rate akan lebih menjelaskan hasil kinerja program K3. ALTR dihitung dengan membagi jumlah hari yang hilang akibat kecelakaan dengan jumlah jam kerja yang hilang (LTI).
Rumus: Average Time Lost Rate = (Number of LTI x 1,000,000) / Total Person-hours Worked Atau Average Time Lost Rate = ( Frekwensi Rate) / Severity Rate
Contoh:
Organisasi dengan tenaga kerja 500 orang, jumlah jam kerja yang telah dicapai 1,150,000 juta jam kerja orang dan Lost Time Injury-nya (LTI) sebesar 46. Misalkan dari laporan Kecelakaan Kerja selama 6 bulan diperoleh informasi sbb:
10 kasus hilang waktu kerja dalam 3 hari sekali = 30
8 kasus hilang waktu kerja dalam 6 hari sekali = 48
12 kasus hilang waktu kerja dalam 14 hari sekali = 168
4 kasus hilang waktu kerja dalam 20 hari sekali = 80
10 kasus hilang waktu kerja dalam 28 hari sekali = 280
2 kasus hilang waktu kerja dalam 42 hari sekali = 84
Total keseluruhan = 690 hari kerja hilang
Dengan demikian,
Organisasi dengan tenaga kerja 500 orang, jumlah jam kerja yang telah dicapai 1,150,000 juta jam kerja orang dan Lost Time Injury-nya (LTI) sebesar 46. Misalkan dari laporan Kecelakaan Kerja selama 6 bulan diperoleh informasi sbb:
10 kasus hilang waktu kerja dalam 3 hari sekali = 30
8 kasus hilang waktu kerja dalam 6 hari sekali = 48
12 kasus hilang waktu kerja dalam 14 hari sekali = 168
4 kasus hilang waktu kerja dalam 20 hari sekali = 80
10 kasus hilang waktu kerja dalam 28 hari sekali = 280
2 kasus hilang waktu kerja dalam 42 hari sekali = 84
Total keseluruhan = 690 hari kerja hilang
Dengan demikian,
Rerata Hilangnya Waktu kerja = 690 / 46 = 15
Dari informasi contoh diatas manajemen akan lebih jelas memperoleh informasi bahwa organisasi mempunyai hilang waktu kerja kecelakaan sebesar 40 tiap sejuta jam kerja orang dengan rata-rata menyebabkan 15 hari tidak masuk kerja. Dengan informasi ini cukup bagi manajemen untuk membuat keputusan untuk pencegahan lebih lanjut.
Dari informasi contoh diatas manajemen akan lebih jelas memperoleh informasi bahwa organisasi mempunyai hilang waktu kerja kecelakaan sebesar 40 tiap sejuta jam kerja orang dengan rata-rata menyebabkan 15 hari tidak masuk kerja. Dengan informasi ini cukup bagi manajemen untuk membuat keputusan untuk pencegahan lebih lanjut.
4. Incidence Rate
Incidence rate digunakan untuk menginformasikan kita mengenai prosentase jumlah kecelakaan yang terjadi ditempat kerja
Rumus: Incidence Rate = ( Jumlah Kasus x 100) / Jumlah tenaga kerja terpapar
Contoh : Masih melanjutkan kasus diatas
Incidence Rate = ( 46 x 100 ) / 500 = 9,2%
Incidence rate digunakan untuk menginformasikan kita mengenai prosentase jumlah kecelakaan yang terjadi ditempat kerja
Rumus: Incidence Rate = ( Jumlah Kasus x 100) / Jumlah tenaga kerja terpapar
Contoh : Masih melanjutkan kasus diatas
Incidence Rate = ( 46 x 100 ) / 500 = 9,2%
5. Frequency Severity Indicator (FSI)
Frequency Severity Indicator adalah kombinasi dari frekwensi dan severity rate.
Rumus: FSI = ( Frekwensi Rate x Severity Rate) / 1,000
Contoh: Frekwensi Rate : Severity Rate : FSI
2 125 0,5
4 250 1,0
8 500 2,0
Frequency Severity Indicator adalah kombinasi dari frekwensi dan severity rate.
Rumus: FSI = ( Frekwensi Rate x Severity Rate) / 1,000
Contoh: Frekwensi Rate : Severity Rate : FSI
2 125 0,5
4 250 1,0
8 500 2,0
Nilai FSI ini dapat kita jadikan rangking kinerja antar bagian di tempat kerja.
6. Safe-T Score
Safe T score adalah nilai indikator untuk menilai tingkat perbedaan antara dua kelompok yang dibandingkan. Apakah perbedaan pada dua kelompok tersebut bermakna atau tidak. Dalam statistik biasanya disebut sebagai t-test. Perbedaan ini dinilai untuk membandingkan kinerja suatu kelompok dengan kinerja sebelumnya. Hasil perbedaan ini dapat dijadikan apakah terjadi perbedaan yang mencolok atau tidak. Selanjutnya dapat dipakai untuk menilai kinnerja yang telah kita lakukan.
Rumus: Safe-T Score =(Frekwensi Rate Sekarang – Frekwensi Rate Sebelumnya ) / ( ( Frekwensi Rate Sebelumnya)/ Juta jam kerja orang sekarang))
Interpretasi :
Score positif dari Safe T Score mengindikasikan jeleknya record kejadian, sebaliknya score negatif menunjukkan peningkatan record terdahulu. Interpretasi dari Score ini selengkapnya sebagai berikut:
• Safe T Score diantara +2.00 dan –2.00, artinya tidak ada perbedaan atau perbedaan tidak bermakna.
• Safe T Score lebih besar atau sama dengan +2.00 menunjukkan menurunnya performance/kinerja K3, atau ada sesuatu yang salah.
• Safe T Score lebih kecil atau sama dengan -2.00 menunjukkan membaikknya performance/kinerja K3, atau ada sesuatu yang baik dan perlu dipertahankan.
Safe T score adalah nilai indikator untuk menilai tingkat perbedaan antara dua kelompok yang dibandingkan. Apakah perbedaan pada dua kelompok tersebut bermakna atau tidak. Dalam statistik biasanya disebut sebagai t-test. Perbedaan ini dinilai untuk membandingkan kinerja suatu kelompok dengan kinerja sebelumnya. Hasil perbedaan ini dapat dijadikan apakah terjadi perbedaan yang mencolok atau tidak. Selanjutnya dapat dipakai untuk menilai kinnerja yang telah kita lakukan.
Rumus: Safe-T Score =(Frekwensi Rate Sekarang – Frekwensi Rate Sebelumnya ) / ( ( Frekwensi Rate Sebelumnya)/ Juta jam kerja orang sekarang))
Interpretasi :
Score positif dari Safe T Score mengindikasikan jeleknya record kejadian, sebaliknya score negatif menunjukkan peningkatan record terdahulu. Interpretasi dari Score ini selengkapnya sebagai berikut:
• Safe T Score diantara +2.00 dan –2.00, artinya tidak ada perbedaan atau perbedaan tidak bermakna.
• Safe T Score lebih besar atau sama dengan +2.00 menunjukkan menurunnya performance/kinerja K3, atau ada sesuatu yang salah.
• Safe T Score lebih kecil atau sama dengan -2.00 menunjukkan membaikknya performance/kinerja K3, atau ada sesuatu yang baik dan perlu dipertahankan.
Contoh :
Lokasi A
———————————–
Tahun lalu
10 kasus kecelakaan
10,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000
Lokasi A
———————————–
Tahun lalu
10 kasus kecelakaan
10,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000
Tahun ini -15 kasus kecelakaan
10,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,500
10,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,500
========================
Lokasi B
————————————————-
Tahun lalu – 1000 kasus kecelakaan
1000,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000
Lokasi B
————————————————-
Tahun lalu – 1000 kasus kecelakaan
1000,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000
Tahun ini – 1,100 kasus kecelakaan
1000,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000
1000,000 jam orang kerja
Frekwensi Rate = 1,000
Frekwensi rate untuk lokasi A meningkat 50%, sedang pada B hanya 10%. Apakah ada sesuatu yang salah dari salah satu atau kedua data ini ?
Jawab:
Frekwensi Rate Sekarang – Frekwensi Rate Sebelumnya
Safe-T Score = —————————————————————–
Frekwensi Rate Sebelumnya
Juta jam kerja orang sekarang
Jawab:
Frekwensi Rate Sekarang – Frekwensi Rate Sebelumnya
Safe-T Score = —————————————————————–
Frekwensi Rate Sebelumnya
Juta jam kerja orang sekarang
Lokasi A
Safe-T Score = (1,500 – 1,000)/ akar dari ( 1000/0.01) = 500/ 317 = Safe-T Score = +1,58
Artinya peningkatan 50% jumlah kasus pada lokasi A termasuk peningkatan yang tidak bermakna
Safe-T Score = (1,500 – 1,000)/ akar dari ( 1000/0.01) = 500/ 317 = Safe-T Score = +1,58
Artinya peningkatan 50% jumlah kasus pada lokasi A termasuk peningkatan yang tidak bermakna
Lokasi B
Safe-T Score = 1,100 – 1,000/ akar dari ( 1000/0.01) = 100/ 317 =Safe-T Score = +3,17
Artinya peningkatan 10% jumlah kasus pada lokasi ini ada perbedaan yang bermakna, artinya ada sesuatu yang salah, yang perlu mendapat perhatian.
Safe-T Score = 1,100 – 1,000/ akar dari ( 1000/0.01) = 100/ 317 =Safe-T Score = +3,17
Artinya peningkatan 10% jumlah kasus pada lokasi ini ada perbedaan yang bermakna, artinya ada sesuatu yang salah, yang perlu mendapat perhatian.
6. Pemantauan Dengan Grafik Statistik (Control Chart Technique)
Fluktuasi kejadian dalam statistik merupakan hal yang biasa, yang menjadi pertanyaan dalam hal ini apakah fluktuasi kejadian tersebut masih dalam rentang sesuai ketentuan yang ditetapkan ataukah keluar dari rentang yang ditetapkan. Dengan dasar ini kita dapat menggunakan statistik untuk aplikasi pengendalian suatu aspek K3. Dengan diketahuinya batas-batas rentang (batas atas dan batas bawah) yang ditentukan dapat memberikan informasi kepada pengelola, bahwa suatu aspek K3 tersebut terkendali atau tidak terkendali. Contoh penggunaan statistik untuk pengendalian aspek K3 dapat dilihat di lampiran.
Fluktuasi kejadian dalam statistik merupakan hal yang biasa, yang menjadi pertanyaan dalam hal ini apakah fluktuasi kejadian tersebut masih dalam rentang sesuai ketentuan yang ditetapkan ataukah keluar dari rentang yang ditetapkan. Dengan dasar ini kita dapat menggunakan statistik untuk aplikasi pengendalian suatu aspek K3. Dengan diketahuinya batas-batas rentang (batas atas dan batas bawah) yang ditentukan dapat memberikan informasi kepada pengelola, bahwa suatu aspek K3 tersebut terkendali atau tidak terkendali. Contoh penggunaan statistik untuk pengendalian aspek K3 dapat dilihat di lampiran.
Aspek-aspek K3 yang dapat ditetapkan batas-batasnya meliputi:
• Hasil pengamatan perilaku tidak selamat, Frekwensi rate, Severity rate, FSI, Dll
• Hasil pengamatan perilaku tidak selamat, Frekwensi rate, Severity rate, FSI, Dll
Contoh penerapan Chart Control ini dapat dilihat pada lampiran.
Setelah data-data dihitung, kemudian dibuatlah grafik (chart), apabila ditemukan dari salah satu aspek K3 yang melewati batas-batas yang ditentukan, maka hal ini merupakan informasi untuk pengelola.
Setelah data-data dihitung, kemudian dibuatlah grafik (chart), apabila ditemukan dari salah satu aspek K3 yang melewati batas-batas yang ditentukan, maka hal ini merupakan informasi untuk pengelola.
7. Safety Sampling (Survey K3)
Yang dimaksud Safety Sampling adalah mendapatkan data dengan cara observasi ke lapangan. Sebelum dilakukan observasi, terlebih dahulu ditetapkan apa yang mau diobservasi. Setelah itu tulis semua elemen yang akan menjadi obyek obaservasi. Misalnya observasi cara kerja/perilaku yang tidak selamat, maka sebelumnya kita tentukan jenis aktifitas apa saja yang tergolong ‘‘unsafe-act’’ Baru setelah ditentukan maka dilakukanlah observasi dengan turun dilakukan. Setiap hasil observasi/temuan harus dicatat dalam bentuk turus sehingga nantinya memudahkan membuat prosentase hasil pengamatan.
Yang dimaksud Safety Sampling adalah mendapatkan data dengan cara observasi ke lapangan. Sebelum dilakukan observasi, terlebih dahulu ditetapkan apa yang mau diobservasi. Setelah itu tulis semua elemen yang akan menjadi obyek obaservasi. Misalnya observasi cara kerja/perilaku yang tidak selamat, maka sebelumnya kita tentukan jenis aktifitas apa saja yang tergolong ‘‘unsafe-act’’ Baru setelah ditentukan maka dilakukanlah observasi dengan turun dilakukan. Setiap hasil observasi/temuan harus dicatat dalam bentuk turus sehingga nantinya memudahkan membuat prosentase hasil pengamatan.
Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang akurat maka masing-masing aspek amatan perlu divalidasi, dengan kata lain dihitung jumlah amatan minimum sehingga hasil amatan tersebut merupakan hasil yang akurat. Untuk menentukan jumlah amatan yang representatif digunakan rumus sebagai berikut:
N = 4 (1 – P) / Y2 (P)
Keterangan:
N = Jumlah keseluruhan pengamatan yang dibutuhkan
P = Prosentase dari unsafe observation
Y = derajat akurasi yang diinginkan (biasanya 10% atau 5%)
Keterangan:
N = Jumlah keseluruhan pengamatan yang dibutuhkan
P = Prosentase dari unsafe observation
Y = derajat akurasi yang diinginkan (biasanya 10% atau 5%)
Contoh:
Dari hasil survey awal ditemukan 126 jumlah observasi ditemukan 32 amatan unsafe act, dengan demikian % unsafe act = 32 x 100/126 = 0,254. Untuk mengetahui jumlah amatan yang sebenarnya untuk hasil yang akurat, maka dimasukkanlah ke dalam rumus sebagai berikut:
Dari hasil survey awal ditemukan 126 jumlah observasi ditemukan 32 amatan unsafe act, dengan demikian % unsafe act = 32 x 100/126 = 0,254. Untuk mengetahui jumlah amatan yang sebenarnya untuk hasil yang akurat, maka dimasukkanlah ke dalam rumus sebagai berikut:
N = 4 (1 – P) / Y2 (P)
N = 4 (1 – 0,25) / 0,102 (0,25)
= 3/0,0025 = 1,200 (jumlah observasi yang sebaiknya dilakukan)
N = 4 (1 – 0,25) / 0,102 (0,25)
= 3/0,0025 = 1,200 (jumlah observasi yang sebaiknya dilakukan)
III. HAL PENTING UNTUK DIINGAT
Angka-angka Frekwensi Rate, Average Time Lost Rate dan Incidence Rate merupakan tingkat pencapaian yang sifatnya specifik per tempat kerja. Artinya angka perhitungan dari suatu perusahaan bukan merupakan standard yang dapat dibuat patokan, untuk tempat kerja yang lain. Ini disebabkan karena jumlah tenaga kerja yang tidak sama dan kondisi yang berlainan.
Angka-angka Frekwensi Rate, Average Time Lost Rate dan Incidence Rate merupakan tingkat pencapaian yang sifatnya specifik per tempat kerja. Artinya angka perhitungan dari suatu perusahaan bukan merupakan standard yang dapat dibuat patokan, untuk tempat kerja yang lain. Ini disebabkan karena jumlah tenaga kerja yang tidak sama dan kondisi yang berlainan.
Angka-angka ini tidak cocok diterapkan untuk jumlah tenaga kerja yang sedikit, karena akan kesulitan mencapai tingkat persejuta jam kerja orang terpapar.
Rendahnya pencapaian angka ini tidak menggambarkan performa penerapan K3 secara keseluruhan (hanya mempertimbangkan insiden-insiden kecelakaan kerja saja). Tapi tidak menekankan upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan untuk pencegahan kecelakaan kerja.
Angka ini tidak memperhitungkan jenis-jenis kecelakaan minor (tidak menyebabkan hilangnya hari kerja, termasuk didalamnya ‘near missess’ incident). Dengan demikian kecelakaan-kecelakaan ringan seperti, lecet akibat terjatuh, tangan tergores, hampir kejatuhan beban atau kejadian hampir celaka tidak masuk dalam perhitungan.
Penulis :
Fuad F.
PT. Kaltim Nitrate Indonesia,
Email : fuad.fachruddin@kni.co.id
Hp : 08115301207
PENGAWASAN K3 MEKANIK
Posted by Unknown
Posted on 22.25
with No comments
A. Latar belakang
Seiring perkembangan industri maka penggunaan peralatan mekanik semakin meningkat, disatu sisi akibat penggunaan peralatan mekanik, maka potensi bahaya juga akan lebih meningkat terutama didasarkan pada kenyataan dilapangan bahwa banyak peralatan yang tidak layak dioperasikan. Guna mencegah dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang disebabkan karena penggunaan peralatan mekanik, maka diperlukan pengendalian, pembinaan, dan pengawasan K3 mekanik.
Seiring perkembangan industri maka penggunaan peralatan mekanik semakin meningkat, disatu sisi akibat penggunaan peralatan mekanik, maka potensi bahaya juga akan lebih meningkat terutama didasarkan pada kenyataan dilapangan bahwa banyak peralatan yang tidak layak dioperasikan. Guna mencegah dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang disebabkan karena penggunaan peralatan mekanik, maka diperlukan pengendalian, pembinaan, dan pengawasan K3 mekanik.
B. Pengertian Pengawasan K3 Mekanik
Adalah K3 mekanik adalah serangkaian kegiatan pengawasan dan semua tindakan yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan atas pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan terhadap obyek pengawasan K3 mekanik ditempat kerja.
1. Pesawat Tenaga dan Produksi
a. Penggerak mula
– Mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik
b. Turbin
Adalah mesin penggerak, dimana energi fluida kerja dipergunakan langsung untuk memutar roda turbin dan biasa dibedakan 3 macam;
– Turbin air
– Turbin uap
– Turbin gas
c. Perlengkapan Transmisi Tenaga Mekanik
Pemindahan daya dan putaran mesin baik putarannya berlawanan atau searah dapat dilakukan dengan Speed Reducer. Macam-macam Speed reducer,antara lain;
– Pulli dengan ban mesin
– Roda gigi dengan roda gigi
– Rantai dengan piringan roda gigi
– Batang berulir dengan roda gigi
– Roda-roda gesek
d. Mesin Perkakas Kerja dan Mesin Produksi
Dibedakan 2 golongan besar menurut gerakannya menjadi;
– Mesin perkakas kerja gerak utama berputar, missal; mesin bor, mesin bubut dll
– Mesin perkakas kerja gerak utama lurus antara lain, mesin sekrap, mesin tempa, mesin gergaji, dll
e. Mesin Gerinda
Penggerindaan adalah proses pemotongan logam kedalam suatu bentuk tertentu dengan menggunakan roda gerinda padat yang dibuat dari butir-butir batu abrasive yang diikat oleh bahan pengikat. Syarat-syarat pemasangan batu gerinda, antara lain;
– Sebelum dipasang harus diperiksa keretakannya
– Pemasangan harus dengan dua flens
– Diameter flens sekurang-kurangnya 1/3 dari diameter batu roda gerinda
– Flens harus mampu menahan tegangan lengkung yang terjadi.
– Roda gerinda yang terpasang pada poros utama mesin gerinda harus dilengkapi dengan alat-alat perlindungan, yaitu; Kap perlindungan, Kaca perlindungan dan penahan pahat.
f. Mesin pres
Ialah mesin yang digerakkan secara mekanis atau dengan bantuan kaki dan tangan operator dan digunakan untuk memotong, melubangi, membentuk atau merangkai bahan-bahan logam dan non logam. Pengamanan dapat dilakukan antara lain dengan;
– Kurungan pada stempel
– Membatasi jarak jalan luncur stempel
– Perlindungan pintu geser
– Knop tekan dua tangan
– Pengaman tarik dua tangan
– dll
g. Tanur / dapur
Adalah merupakan dapur pembakar dan biasa ditemui di pabrik pengecoran logam. Menurut jenisnya, adalah;
– Dapur tinggi/tanur tinggi
– Dapur baja
– Dapur besi
h. Pondasi mesin
i. Pesawat angkat dan angkut
– Peralatan angkat, missal; Roisting machinery, Crane, Elevator
– Alat pengangkut, missal; Roisting equipment, Conveying equipment, Surface and overhead equipment
Adalah K3 mekanik adalah serangkaian kegiatan pengawasan dan semua tindakan yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan atas pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan terhadap obyek pengawasan K3 mekanik ditempat kerja.
1. Pesawat Tenaga dan Produksi
a. Penggerak mula
– Mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik
b. Turbin
Adalah mesin penggerak, dimana energi fluida kerja dipergunakan langsung untuk memutar roda turbin dan biasa dibedakan 3 macam;
– Turbin air
– Turbin uap
– Turbin gas
c. Perlengkapan Transmisi Tenaga Mekanik
Pemindahan daya dan putaran mesin baik putarannya berlawanan atau searah dapat dilakukan dengan Speed Reducer. Macam-macam Speed reducer,antara lain;
– Pulli dengan ban mesin
– Roda gigi dengan roda gigi
– Rantai dengan piringan roda gigi
– Batang berulir dengan roda gigi
– Roda-roda gesek
d. Mesin Perkakas Kerja dan Mesin Produksi
Dibedakan 2 golongan besar menurut gerakannya menjadi;
– Mesin perkakas kerja gerak utama berputar, missal; mesin bor, mesin bubut dll
– Mesin perkakas kerja gerak utama lurus antara lain, mesin sekrap, mesin tempa, mesin gergaji, dll
e. Mesin Gerinda
Penggerindaan adalah proses pemotongan logam kedalam suatu bentuk tertentu dengan menggunakan roda gerinda padat yang dibuat dari butir-butir batu abrasive yang diikat oleh bahan pengikat. Syarat-syarat pemasangan batu gerinda, antara lain;
– Sebelum dipasang harus diperiksa keretakannya
– Pemasangan harus dengan dua flens
– Diameter flens sekurang-kurangnya 1/3 dari diameter batu roda gerinda
– Flens harus mampu menahan tegangan lengkung yang terjadi.
– Roda gerinda yang terpasang pada poros utama mesin gerinda harus dilengkapi dengan alat-alat perlindungan, yaitu; Kap perlindungan, Kaca perlindungan dan penahan pahat.
f. Mesin pres
Ialah mesin yang digerakkan secara mekanis atau dengan bantuan kaki dan tangan operator dan digunakan untuk memotong, melubangi, membentuk atau merangkai bahan-bahan logam dan non logam. Pengamanan dapat dilakukan antara lain dengan;
– Kurungan pada stempel
– Membatasi jarak jalan luncur stempel
– Perlindungan pintu geser
– Knop tekan dua tangan
– Pengaman tarik dua tangan
– dll
g. Tanur / dapur
Adalah merupakan dapur pembakar dan biasa ditemui di pabrik pengecoran logam. Menurut jenisnya, adalah;
– Dapur tinggi/tanur tinggi
– Dapur baja
– Dapur besi
h. Pondasi mesin
i. Pesawat angkat dan angkut
– Peralatan angkat, missal; Roisting machinery, Crane, Elevator
– Alat pengangkut, missal; Roisting equipment, Conveying equipment, Surface and overhead equipment
j. Operator mekanik dan Perusahaan jasa teknik
C. Dasar Hukum Pengawasan K3 Mekanik
Dasar hukum pengawasan K3 mekanik;
1. Undang-undang No.1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja
2. Permen No.04/Men/1985,tentang pesawat tenaga dan produksi
3. Permen No.05/Men/1985, tentang pesawat angkat dan angkut
4. Permen No.01/Men/1989, tentang kwalifikasi dan syarat-syarat operator crane angkat
Dasar hukum pengawasan K3 mekanik;
1. Undang-undang No.1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja
2. Permen No.04/Men/1985,tentang pesawat tenaga dan produksi
3. Permen No.05/Men/1985, tentang pesawat angkat dan angkut
4. Permen No.01/Men/1989, tentang kwalifikasi dan syarat-syarat operator crane angkat
D. Ruang Lingkup Pengawasan K3 Mekanik
1. Perencanaan, pembuatan, pemasangan atau perakitan, penggunaan atau pengoperasian, dan pemeliharaan pesawat tenaga dan produksi.
2. Perencanaan, pembuatan atau perakitan, penggunaan atau pengoperasian, dan pemeliharaan pesawat angkat dan angkut
3. Operator yang mengoperasikan peralatan tersebut
1. Perencanaan, pembuatan, pemasangan atau perakitan, penggunaan atau pengoperasian, dan pemeliharaan pesawat tenaga dan produksi.
2. Perencanaan, pembuatan atau perakitan, penggunaan atau pengoperasian, dan pemeliharaan pesawat angkat dan angkut
3. Operator yang mengoperasikan peralatan tersebut
E. Sumber Bahaya
1. Pesawat Tenaga dan produksi
– Penggunaan pesawat-pesawat, alat-alat dan mesin-mesin di tempat kerja dapat mengakibatkan kecelakaan. Aturan umum keselamatan kerja adalah; Tangan operator senantiasa harus sejauh mungkin dari titik operasi suatu mesin
– Peralatan harus memenuhi standar keselamatan
– Bagi berbagai mesin dan operasi dapat diadakan asas-asas keselamatan kerja umum dan dikontrol baik sebelum atau selama operasi
2. Penanggulangan Lingkungan dan Bahan;
– Tata letak mesin
– Lantai harus dirawat baik
– Lorong-lorong terusan harus ditandai
– Ruang kerja disekitar mesin harus cukup
– Penempatan mesin-mesin harus sesuai terkait dengan pencahayaan
– Harus dibuat ketentuan-ketentuan untuk membuang limbah
3. Konstruksi Mesin
Semua mesin harus dibuat dan dipelihara sedemikian rupa sehingga bilamana berjalan dengan kecepatan tinggi atau lambat akan bebas dari kebisingan dan getaran-getaran
4. Kelistrikan
– Pentanahan (grounding) mesin-mesin yang mapan adalah yang utama
– Harus ada saklar listrik untuk memutuskan aliran listrik yang dapat dikunci pada posisi putus.
– Saklar putus harus kembali secara otomastis ke posisi putus (off)
– Pada beberapa mesin sebaiknya dipasang suatu rem otomatis (automatic brake) yaitu suatu rem listrik untuk menghentikan aliran di saklar putus.
– Kabel dan saklar harus sesuai dengan persyaratan yang berlaku
5. Pemeliharaan dan Pengawasan
Harus diadakan suatu sistim pemeliharaan dan pengawasan secara berkala, melarang perbaikan pada mesin yang sedang beroperasi dan setiap pergantian shift, operator harus terlebih dahulu memeriksa kondisi mesin.
6. Kesehatan
Resiko bahaya yang paling sering diakibatkan oleh mesin adalah; debu dan kebisingan. Bila melebihi NAB (85 dBA), maka harus dilakukan;
– Tutup mesin
– Jam kerja lebih pendek
– Alat Pelindung Diri (APD)
7. Pengaman Mesin
Mesin terdiri dari mesin penggerak utama, mesin-mesin transmisi dan mesin kerja yang masing-masing punya keanekaragaman. Dalam rangka usaha pencegahan kecelakaan mesin-mesin perlu diberi pengaman. Meskipun kecelakaan akibat mesin faktornya sangat kecil, yaitu; 15 % – 25 %, tetapi tingkat keparahan dari kecelakaan tersebut sangat tinggi.
8. Pesawat Angkat dan Angkut
a. Sumber bahaya umum;
– Kesalahan design
– Kesalahan pemasangan
– Kesalahan pemakaian
– Kesalahan perawatan
– Tidak pernah diperiksa dan diuji kelaikannya
b. Sumber bahaya khusus;
– Bagian-bagian berputar; poros, roda, puli, roda, dll
– Bagian-bagian bergerak; Gerak vertical, horizontal, maju dan mundur. Bagian-bagian yang menanggung beban antara lain; pondasi, kolom-kolom, chasis/kerangka, dll
– Tenaga penggerak; peledakan, suhu tinggi, kebisingan, getaran.
c. Pencegahan kecelakaan kerja
Yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan kecelakaan adalah; lingkungan kerja, manusia yang dan peralatan yang digunakan. Sertifikat layak pakai pesawat yang akan digunakan juga layak kerja bagi operator yang menjalankan pesawat yang bersangkutan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan kaitannya dengan pesawat angkut, yaitu;
– Tahapan sebelum mengoperasikan crane
– Sebelum crane beroperasi
– Selama crane operasi
– Prosedur pengangkatan beban normal
– Prosedur pengangkatan beban kritis
– Pekerjaan berbahaya
– Keselamatan selama beroperasi
1. Pesawat Tenaga dan produksi
– Penggunaan pesawat-pesawat, alat-alat dan mesin-mesin di tempat kerja dapat mengakibatkan kecelakaan. Aturan umum keselamatan kerja adalah; Tangan operator senantiasa harus sejauh mungkin dari titik operasi suatu mesin
– Peralatan harus memenuhi standar keselamatan
– Bagi berbagai mesin dan operasi dapat diadakan asas-asas keselamatan kerja umum dan dikontrol baik sebelum atau selama operasi
2. Penanggulangan Lingkungan dan Bahan;
– Tata letak mesin
– Lantai harus dirawat baik
– Lorong-lorong terusan harus ditandai
– Ruang kerja disekitar mesin harus cukup
– Penempatan mesin-mesin harus sesuai terkait dengan pencahayaan
– Harus dibuat ketentuan-ketentuan untuk membuang limbah
3. Konstruksi Mesin
Semua mesin harus dibuat dan dipelihara sedemikian rupa sehingga bilamana berjalan dengan kecepatan tinggi atau lambat akan bebas dari kebisingan dan getaran-getaran
4. Kelistrikan
– Pentanahan (grounding) mesin-mesin yang mapan adalah yang utama
– Harus ada saklar listrik untuk memutuskan aliran listrik yang dapat dikunci pada posisi putus.
– Saklar putus harus kembali secara otomastis ke posisi putus (off)
– Pada beberapa mesin sebaiknya dipasang suatu rem otomatis (automatic brake) yaitu suatu rem listrik untuk menghentikan aliran di saklar putus.
– Kabel dan saklar harus sesuai dengan persyaratan yang berlaku
5. Pemeliharaan dan Pengawasan
Harus diadakan suatu sistim pemeliharaan dan pengawasan secara berkala, melarang perbaikan pada mesin yang sedang beroperasi dan setiap pergantian shift, operator harus terlebih dahulu memeriksa kondisi mesin.
6. Kesehatan
Resiko bahaya yang paling sering diakibatkan oleh mesin adalah; debu dan kebisingan. Bila melebihi NAB (85 dBA), maka harus dilakukan;
– Tutup mesin
– Jam kerja lebih pendek
– Alat Pelindung Diri (APD)
7. Pengaman Mesin
Mesin terdiri dari mesin penggerak utama, mesin-mesin transmisi dan mesin kerja yang masing-masing punya keanekaragaman. Dalam rangka usaha pencegahan kecelakaan mesin-mesin perlu diberi pengaman. Meskipun kecelakaan akibat mesin faktornya sangat kecil, yaitu; 15 % – 25 %, tetapi tingkat keparahan dari kecelakaan tersebut sangat tinggi.
8. Pesawat Angkat dan Angkut
a. Sumber bahaya umum;
– Kesalahan design
– Kesalahan pemasangan
– Kesalahan pemakaian
– Kesalahan perawatan
– Tidak pernah diperiksa dan diuji kelaikannya
b. Sumber bahaya khusus;
– Bagian-bagian berputar; poros, roda, puli, roda, dll
– Bagian-bagian bergerak; Gerak vertical, horizontal, maju dan mundur. Bagian-bagian yang menanggung beban antara lain; pondasi, kolom-kolom, chasis/kerangka, dll
– Tenaga penggerak; peledakan, suhu tinggi, kebisingan, getaran.
c. Pencegahan kecelakaan kerja
Yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan kecelakaan adalah; lingkungan kerja, manusia yang dan peralatan yang digunakan. Sertifikat layak pakai pesawat yang akan digunakan juga layak kerja bagi operator yang menjalankan pesawat yang bersangkutan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan kaitannya dengan pesawat angkut, yaitu;
– Tahapan sebelum mengoperasikan crane
– Sebelum crane beroperasi
– Selama crane operasi
– Prosedur pengangkatan beban normal
– Prosedur pengangkatan beban kritis
– Pekerjaan berbahaya
– Keselamatan selama beroperasi
F. Syarat – Syarat K3 Pengawasan Mekanik
1. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk pengaman mesin yang akan harus dianalisa sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam model Code of Safety Regulations for Industrial Establishment. Dalam regulasi 82 dari model code ini dijelaskan sebagai berikut;
a. Pengaman-pengaman harus direncanakan, dibuat dan dipakai sehingga memenuhi kebutuhan perlindungan yang positif
2. Tidak menggangu keamanan dan ketenangan bagi operator.
3. Mencegah pendekatan terhadap semua wilayah berbahaya
4. Tidak mengganggu jalannya produksi
5. Dapat dipergunakan secara otomatis atau dengan sedikit usaha
6. Sesuai untuk pekerjaan dan mesin
7. Lebih disenangi dalam bentuk sudah terpasang (built in)
8. Tidak mengganggu kebutuhan merawat
9. Tahan terhadap pemakaian jangka panjang
10. Tahan terhadap pemakaian secara normal dan dalam keadaan shock
11. Tahan lama, tahan api dan tahan korosi
12. Tidak menimbulkan bahaya
13. Melindungi kecerobohan pemakaian yang tidak terduga
2. Pengaman dan biaya produksi
3. Pengaman mesin yang langsung terpasang
4. Perlengkapan Keselamatan Kerja Keran Angkat; dynamometer dan load indicator
1. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk pengaman mesin yang akan harus dianalisa sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam model Code of Safety Regulations for Industrial Establishment. Dalam regulasi 82 dari model code ini dijelaskan sebagai berikut;
a. Pengaman-pengaman harus direncanakan, dibuat dan dipakai sehingga memenuhi kebutuhan perlindungan yang positif
2. Tidak menggangu keamanan dan ketenangan bagi operator.
3. Mencegah pendekatan terhadap semua wilayah berbahaya
4. Tidak mengganggu jalannya produksi
5. Dapat dipergunakan secara otomatis atau dengan sedikit usaha
6. Sesuai untuk pekerjaan dan mesin
7. Lebih disenangi dalam bentuk sudah terpasang (built in)
8. Tidak mengganggu kebutuhan merawat
9. Tahan terhadap pemakaian jangka panjang
10. Tahan terhadap pemakaian secara normal dan dalam keadaan shock
11. Tahan lama, tahan api dan tahan korosi
12. Tidak menimbulkan bahaya
13. Melindungi kecerobohan pemakaian yang tidak terduga
2. Pengaman dan biaya produksi
3. Pengaman mesin yang langsung terpasang
4. Perlengkapan Keselamatan Kerja Keran Angkat; dynamometer dan load indicator
G. Pemeriksaan dan Pengujian
1. Pemeriksaan dan Pengujian pesawat tenaga dan produksi
a. Pokok-pokok kegiatan dalam pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan penerbitan pengesahan pemakaian pesawat;
– Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan (fabrikasi)
– Pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan dan atau pemasangan
– Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pemakaian (berkala atau khusus)
– Pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan reparasi atau modifikasi
– Pokok-pokok kegiatan dalam pelaksanaan penerbitan pengesahan pemakaian, termasuk pemakaian baru
b. Prosedur pemeriksaan dan pengujian
– Prosedur kegiatan pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan
– Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan atau pemasangan
– Prosedur pemeriksaan berkala atau khusus pada tahapan pemakaian
– Ketentuan khusus pada pemeriksaan dan pengujian
c. Prosedur penerbitan pengesahan pemakaian pesawat tenaga dan produksi, pengesahan pemakaian baru
d. Persyaratan keselamatan kerja pesawat tenaga dan produksi
2. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan dan Pengujian serta Penerbitan Pengesahan Pemakaian Pesawat Angkat dan Angkut
a. Pokok-pokok kegiatan dalam pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian;
– Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan dan pengujian
– Pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan dan atau pemasangan
– Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pemakaian (berkala atau khusus)
– Pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan reparasi atau modifikasi
b. Prosedur pemeriksaan dan pengujian
– Prosedur kegiatan pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan
– Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan atau pemasangan
– Prosedur pemeriksaan berkala atau khusus pada tahapan pemakaian
– Ketentuan khusus pada pemeriksaan dan pengujian
c. Prosedur penerbitan pengesahan pemakaian pesawat tenaga dan produksi, pengesahan pemakaian baru.
1. Pemeriksaan dan Pengujian pesawat tenaga dan produksi
a. Pokok-pokok kegiatan dalam pelaksanaan pemeriksaan, pengujian dan penerbitan pengesahan pemakaian pesawat;
– Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan (fabrikasi)
– Pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan dan atau pemasangan
– Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pemakaian (berkala atau khusus)
– Pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan reparasi atau modifikasi
– Pokok-pokok kegiatan dalam pelaksanaan penerbitan pengesahan pemakaian, termasuk pemakaian baru
b. Prosedur pemeriksaan dan pengujian
– Prosedur kegiatan pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan
– Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan atau pemasangan
– Prosedur pemeriksaan berkala atau khusus pada tahapan pemakaian
– Ketentuan khusus pada pemeriksaan dan pengujian
c. Prosedur penerbitan pengesahan pemakaian pesawat tenaga dan produksi, pengesahan pemakaian baru
d. Persyaratan keselamatan kerja pesawat tenaga dan produksi
2. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan dan Pengujian serta Penerbitan Pengesahan Pemakaian Pesawat Angkat dan Angkut
a. Pokok-pokok kegiatan dalam pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian;
– Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan dan pengujian
– Pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan dan atau pemasangan
– Pemeriksaan dan pengujian pada tahap pemakaian (berkala atau khusus)
– Pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan reparasi atau modifikasi
b. Prosedur pemeriksaan dan pengujian
– Prosedur kegiatan pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan
– Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan atau pemasangan
– Prosedur pemeriksaan berkala atau khusus pada tahapan pemakaian
– Ketentuan khusus pada pemeriksaan dan pengujian
c. Prosedur penerbitan pengesahan pemakaian pesawat tenaga dan produksi, pengesahan pemakaian baru.
Penulis :
Hendrajati
Health Safety And Environment Coordinator
PT. WIRA KELUARGA MANDIRI
Phone : +62 549 23258
Mobile : 081253190908
PENGAWASAN K3 PESAWAT UAP DAN BEJANA TEKAN
Posted by Unknown
Posted on 22.23
with 9 comments
A. Latar Belakang Pengawasan K3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan
Pesawat Uap atau juga disebut Ketel Uap adalah suatu pesawat yang dibuat untuk mengubah air didalamnya, sebagian menjadi uap dengan jalan pemanasan menggunakan pembakaran dari bahan bakar. Ketel uap dalam keadaan bekerja, adalah sebagai bejana yang tertutup dan tidak berhubungan dengan udara luar karena selama pemanasan, maka air akan mendidih selanjutnya berubah menjadi uap panas dan bertekanan, sehingga berpotensi terjadinya ledakan jika terjadi kelebihan tekanan (over pressure).
Bejana tekan adalah suatu wadah untuk menampung energi baik berupa cair atau gas yang bertekanan atau bejana tekan adalah selain pesawat uap yang mempunyai tekanan melebihi tekanan udara luar (atmosfer) dan mempunyai sumber bahaya antara lain; kebakaran, keracunan, gangguan pernafasan, peledakan, suhu ekstrem.
Objek pengawasan K3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan dibagi dalam 4 (empat) kelompok, yaitu;
1. Pesawat Uap
– Ketel Uap
– Ketel Air Panas
– Ketel Vapour
– Pemanas Air
– Pengering Uap
– Penguap
– Bejana Uap
– Ketel Cairan Panas
2. Bejana Tekan
– Bejana Transport
– Bejana Penyimpan Gas
– Bejana Penimbun
– Pesawat/Instalasi Pendingin
– Botol Baja
– Pesawat Pembangkit Gas Asetilin
3. Instalasi Pipa
– Instalasi Pipa Gas
– Instalasi Pipa Uap
– Instalasi Pipa Air
– Instalasi Pipa Cairan
4. Operator Pesawat Uap, Juru Las dan Perusahaan Jasa Teknik
Bejana tekan adalah suatu wadah untuk menampung energi baik berupa cair atau gas yang bertekanan atau bejana tekan adalah selain pesawat uap yang mempunyai tekanan melebihi tekanan udara luar (atmosfer) dan mempunyai sumber bahaya antara lain; kebakaran, keracunan, gangguan pernafasan, peledakan, suhu ekstrem.
Objek pengawasan K3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan dibagi dalam 4 (empat) kelompok, yaitu;
1. Pesawat Uap
– Ketel Uap
– Ketel Air Panas
– Ketel Vapour
– Pemanas Air
– Pengering Uap
– Penguap
– Bejana Uap
– Ketel Cairan Panas
2. Bejana Tekan
– Bejana Transport
– Bejana Penyimpan Gas
– Bejana Penimbun
– Pesawat/Instalasi Pendingin
– Botol Baja
– Pesawat Pembangkit Gas Asetilin
3. Instalasi Pipa
– Instalasi Pipa Gas
– Instalasi Pipa Uap
– Instalasi Pipa Air
– Instalasi Pipa Cairan
4. Operator Pesawat Uap, Juru Las dan Perusahaan Jasa Teknik
B. Dasar Hukum Pengawasan K3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan
Yang menjadi dasar hokum pengawasan K3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan, adalah;
1. Undang-Undang Uap Tahun 1930
2. Peraturan Uap Tahun 1930
3. Undang-Undang No.1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja.
4. Permen No. 01/Men/1982 tentang Bejana Tekan
5. Permen No.01/Men/1982 Tentang Klasifikasi Juru Las
6. Permen No.01/Men/1988 tentang Klasifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap.
Yang menjadi dasar hokum pengawasan K3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan, adalah;
1. Undang-Undang Uap Tahun 1930
2. Peraturan Uap Tahun 1930
3. Undang-Undang No.1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja.
4. Permen No. 01/Men/1982 tentang Bejana Tekan
5. Permen No.01/Men/1982 Tentang Klasifikasi Juru Las
6. Permen No.01/Men/1988 tentang Klasifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap.
C. Ruang Lingkup Pengawasan K3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan
Meliputi kegiatan perencanaan, pembuatan, pemasangan atau perakitan, modifikasi atau reparasi dan pemeliharaan.
Lingkup pengawasan meliputi;
1. Pertimbangan-Pertimbangan Desain, mencakup prinsip-prinsip desain termasuk gambar konstruksi, data ukuran-ukuran, gambar teknik, pelaksanaan pembuatan dan pengujian
2. Spesifikasi Bahan, yaitu bahan yang digunakan harus memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku serta standard penggunaan bahan serta mempunyai sertifikat bahan.
3. Metode Konstruksi, yaitu pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan metode pengelasan dan pengelingan.
4. Penempatan Ketel Uap,yaitu; bahwa ketel uap harus ditempatkan dalam suatu ruangan atau bangunan tersendiri yang terpisah dari ruangan kerja . Jarak ruangan operator ketel uap harus aman sesuai ketentuan.
Penggolongan Ketel Uap;
1. Menurut tempat penggunaannya;
– Ketel uap darat tetap
– Ketel uap darat berpindah
– Ketel uap kapal
2. Menurut bangunan letak sumbu silinder ketel
– Ketel uap tegak
– Ketel uap datar
3. Menurut tipe dan bentuk konstruksi serta aliran panas
– Ketel uap tangki
– Ketel uap pakai boiler
– Ketel uap dengan lorong api
Penggolongan bejana uap;
1. Menurut fungsinya
– Bejana uap
– Pengering uap
– Penguap
– Pemanas air
2. Menurut Operasinya
– Bejana tertutup, misal; Autoclaves, Digester, Distilling apparatus
– Bejana terbuka, misal; Open Steam Jacketed kettles, Open evaporating pans.
Perbedaan antara ketel uap dan bejana uap adalah pada fungsi dari pada operasinya, ketel uap adalah sebagai pengahil uap sedangkan bejana uap adalah penampung uap yang dihasilkan.
Perawatan Ketel Uap, adalah merupakan suatu usaha untuk mempertahankan kinerja ketel uap sesuai dengan peruntukkanya. Kita menyadari bahwa ketel uap dapat menimbulkan peledakan, korban manusia dan harta benda yang tidak kita inginkan. Usaha-usaha yang perlu dilakukan adalah;
1. Melakukan pembersihan sisi luar
2. Melakukan pembersihan sisi dalam
3. Pengolahan air pengisi ketel uap;
– Pengolahan diluar ketel
– Pengolahan didalam ketel
4. Reparasi Ketel Uap, yaitu melakukan penggantian spare part/bagian untuk mempertahankan kinerja ketel.
Sedangkan dalam hal pengoperasian pesawat uap, harus dilakukan pendidikan dan pelatihan terhadap operator dan pendidikan lainnya yang terkait.
Meliputi kegiatan perencanaan, pembuatan, pemasangan atau perakitan, modifikasi atau reparasi dan pemeliharaan.
Lingkup pengawasan meliputi;
1. Pertimbangan-Pertimbangan Desain, mencakup prinsip-prinsip desain termasuk gambar konstruksi, data ukuran-ukuran, gambar teknik, pelaksanaan pembuatan dan pengujian
2. Spesifikasi Bahan, yaitu bahan yang digunakan harus memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku serta standard penggunaan bahan serta mempunyai sertifikat bahan.
3. Metode Konstruksi, yaitu pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan metode pengelasan dan pengelingan.
4. Penempatan Ketel Uap,yaitu; bahwa ketel uap harus ditempatkan dalam suatu ruangan atau bangunan tersendiri yang terpisah dari ruangan kerja . Jarak ruangan operator ketel uap harus aman sesuai ketentuan.
Penggolongan Ketel Uap;
1. Menurut tempat penggunaannya;
– Ketel uap darat tetap
– Ketel uap darat berpindah
– Ketel uap kapal
2. Menurut bangunan letak sumbu silinder ketel
– Ketel uap tegak
– Ketel uap datar
3. Menurut tipe dan bentuk konstruksi serta aliran panas
– Ketel uap tangki
– Ketel uap pakai boiler
– Ketel uap dengan lorong api
Penggolongan bejana uap;
1. Menurut fungsinya
– Bejana uap
– Pengering uap
– Penguap
– Pemanas air
2. Menurut Operasinya
– Bejana tertutup, misal; Autoclaves, Digester, Distilling apparatus
– Bejana terbuka, misal; Open Steam Jacketed kettles, Open evaporating pans.
Perbedaan antara ketel uap dan bejana uap adalah pada fungsi dari pada operasinya, ketel uap adalah sebagai pengahil uap sedangkan bejana uap adalah penampung uap yang dihasilkan.
Perawatan Ketel Uap, adalah merupakan suatu usaha untuk mempertahankan kinerja ketel uap sesuai dengan peruntukkanya. Kita menyadari bahwa ketel uap dapat menimbulkan peledakan, korban manusia dan harta benda yang tidak kita inginkan. Usaha-usaha yang perlu dilakukan adalah;
1. Melakukan pembersihan sisi luar
2. Melakukan pembersihan sisi dalam
3. Pengolahan air pengisi ketel uap;
– Pengolahan diluar ketel
– Pengolahan didalam ketel
4. Reparasi Ketel Uap, yaitu melakukan penggantian spare part/bagian untuk mempertahankan kinerja ketel.
Sedangkan dalam hal pengoperasian pesawat uap, harus dilakukan pendidikan dan pelatihan terhadap operator dan pendidikan lainnya yang terkait.
D. Alat pengaman Pesawat Uap dan Bejana Tekan
Mencakup beberapa hal, yaitu;
1. Peralatan-peralatan Bantu Ketel Uap
a. Tingkap pengaman
b. Pedoman tekanan
c. Gelas pedoman air
d. Alat tanda bahaya
e. Kran penutup uap induk
f. Kran penutup air pengisi
g. Kran penguras
h. Pelat nama
2. Fungsi
a. Alat pengaman pesawat uap ialah setiap alat yang dipasang pada pesawat dan berfunsi agar pesawat dapat dipakai secara aman.
b. Tingkap pengaman berfungsi untuk melepaskan tekanan dan tingkap pengaman harus mudah digerakkan bibir-bibir pengantar klepnya dengan tangan, jenisnya yaitu antara lain;
– Tingkap pengaman dengan pegas
– Tingkap pengaman dengan beban
c. Pedoman tekanan (Manometer) adalah suatu alat pengukur tekanan dari suatu medium berbeda dalam satu ruangan.
d. Gelas pedoman air berfungsi untuk mengetahui tinggi kolom air yang ada dalam ketel uap.
e. Alat pengontrol otomatis berfungsi untuk mengetahui kondisi air dalam ketel uap
f. Tanda batas air terendah berfungsi untuk mengetahui ketinggian air dalam ketel
g. Kerangan atau katup berfungsi untuk memasukkan atau mengeluarkan air pada ketel uap
h. Lubang pemeriksaan berfungsi untuk akses pemeriksaan dalam ketel uap
i. Pelat nama dipasang pada ketel uap dan berisi, antara lain; identitas nama, pabrik pembuat, atau spesifikasi teknis lainnya.
Pada tingkap pengamanan, syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah;
a. Pada saat bekerja dengan kecepatan maksimum saat tekanan tertinggi tekanan kerja, tidak akan meningkat lebih 10 % dari tekanan kerja yang diperbolehkan
b. Harus mudah digerakkan dan dicapai oleh tangan terkait dengan pengoperasinnya.
Secara umum, pada pesawat uap dan bejana tekan terdapat pedoman tekanan, yaitu;
a. Harus mempunyai harga tekana yang sesuai dengan tekanan kerja pesawatnya. Batas terendah tidak kurang dari ¼ tekanan kerja dan tidak lebih dari 2X tekana kerjanya
b. Harus mempunyai angka-angka yang jelas dan mudah dibaca dengan tanda maximum yang diperbolehkan.
Mencakup beberapa hal, yaitu;
1. Peralatan-peralatan Bantu Ketel Uap
a. Tingkap pengaman
b. Pedoman tekanan
c. Gelas pedoman air
d. Alat tanda bahaya
e. Kran penutup uap induk
f. Kran penutup air pengisi
g. Kran penguras
h. Pelat nama
2. Fungsi
a. Alat pengaman pesawat uap ialah setiap alat yang dipasang pada pesawat dan berfunsi agar pesawat dapat dipakai secara aman.
b. Tingkap pengaman berfungsi untuk melepaskan tekanan dan tingkap pengaman harus mudah digerakkan bibir-bibir pengantar klepnya dengan tangan, jenisnya yaitu antara lain;
– Tingkap pengaman dengan pegas
– Tingkap pengaman dengan beban
c. Pedoman tekanan (Manometer) adalah suatu alat pengukur tekanan dari suatu medium berbeda dalam satu ruangan.
d. Gelas pedoman air berfungsi untuk mengetahui tinggi kolom air yang ada dalam ketel uap.
e. Alat pengontrol otomatis berfungsi untuk mengetahui kondisi air dalam ketel uap
f. Tanda batas air terendah berfungsi untuk mengetahui ketinggian air dalam ketel
g. Kerangan atau katup berfungsi untuk memasukkan atau mengeluarkan air pada ketel uap
h. Lubang pemeriksaan berfungsi untuk akses pemeriksaan dalam ketel uap
i. Pelat nama dipasang pada ketel uap dan berisi, antara lain; identitas nama, pabrik pembuat, atau spesifikasi teknis lainnya.
Pada tingkap pengamanan, syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah;
a. Pada saat bekerja dengan kecepatan maksimum saat tekanan tertinggi tekanan kerja, tidak akan meningkat lebih 10 % dari tekanan kerja yang diperbolehkan
b. Harus mudah digerakkan dan dicapai oleh tangan terkait dengan pengoperasinnya.
Secara umum, pada pesawat uap dan bejana tekan terdapat pedoman tekanan, yaitu;
a. Harus mempunyai harga tekana yang sesuai dengan tekanan kerja pesawatnya. Batas terendah tidak kurang dari ¼ tekanan kerja dan tidak lebih dari 2X tekana kerjanya
b. Harus mempunyai angka-angka yang jelas dan mudah dibaca dengan tanda maximum yang diperbolehkan.
E. Pemeriksaan dan Pengujian Pesawat Uap dan Bejana Tekan
1. Jenis pemeriksaan dan pengujian berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Pemeriksaan dan pengujian dalam proses pembuatan
– Pemeriksaan dokumen teknik yang disyaratkan untuk pembuatan
– Pemeriksaan bahan baku/material yang akan digunakan untuk pembuatan unit atau komponen (pemeriksaan awal)
– Pemeriksaan pada saat dan atau pada akhir pekerjaan pembuatan unit atau komponen
– Pengujian
– Pembuatan data teknik pembuatan dan laporan pengawasan pembuatan unit atau komponen.
3. Pemeriksaan dan pengujian pertama
– Pemeriksaan dokumen teknik yang disyaratkan untuk pemasangan dana atau pemeriksaan
– Pemeriksaan unit atau komponen
– Pemeriksaan teknis menyeluruh saat perakitan dan akhir perakitan
– Pengujian-pengujian
– Pencatatan pada Buku Akte Ijin Pemakaian
4. Pemeriksaan dan pengujian berkala
– Pengecekan dokumen teknik terkait syarat pemakaian
– Pemeriksaan kondisi fisik serta perlengkapannya
– Pembuatan laporan pemeriksaan dan atau pengujian berkala atau pemeriksaan khusus
– Pencacatan pada buku Akte Ijin Pemakaian
5. Pemeriksaan khusus (modifikasi/reparasi)
a. Pemeriksaan kondisi fisik pesawat uap yang akan dilakukan reparasi/modifikasi
b. Pemeriksaan dokumen teknik terkait dengan syarat pekerjaan
c. Pemeriksaan pada saat dan akhir pekerjaan
d. Pengujian seperlunya
e. Pembuatan laporan pemeriksaan dan pengujian
f. Pencatatan pada buku akte
Selain itu terdapat pula pemeriksaan dan pengujian pada saat terjadi pekerjaan relokasi/rekondisi pesawat uap. Dan seluruh tahapan kegiatan pekerjaan yang terkait dengan pesawat uap harus mendapatkan ijin dan pengesahan dari pihak yang terkait, misal; ijin pemakaian (baru) dan Mutasi ijin pemakaian karena penjualan atau jenis pesawat uap berpindah.
Seluruh kegiatan terkait dengan pemeriksaan dan pengujian kemudian diatur dalam suatu prosedur standar mulai dari tahap awal hingga akhir, yaitu;
a. Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan
b. Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan atau pemasangan
c. Prosedur pada tahapan pemakaian (pemeriksaan berkala atau khusus)
d. Prosedur pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan reparasi dan modifikasi
e. Prosedur pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan perakitan pemasangan karena pemindah pesawat uap
F. Prosedur penerbitan ijin pemakaian pesawat uap baik baru atau mutasi
Kegiatan pemeriksaan dan pengujian mencakup beberapa tahap, yaitu;
a. Pemeriksaan data
b. Pemeriksaan visual dengan menggunakan checklist terhadap seluruh komponen dan dimention check / ketebalan
c. Pemeriksaan tidak merusak terhadap sambungan las
d. Hydrostatis test dan steam test
1. Persyaratan Keselamatan Kerja dan Ketentuan Teknis Pelaksana Kegiatan Pemeriksaan dan Pengujian serta Penerbitan Ijin Pemakaian Pesawat Uap
a. Persyaratan keselamatan Kerja terkait dengan pesawat uap harus mematuhi perundang-undangan, yaitu; Undang-undang No.1 Tahun 1970, Undang-undang Uap 1930, Peraturan Uap 1930, Peraturan Menteri No.02/Men/1982/1982 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya serta standar teknis pendukungnya.
b. Ketentuan-ketentuan tersebut, meliputi;
– Kualitas konstruksi, pemipaan, sarana penunjang
– Kualitas dan kuantitas alat perlengkapan/alat pengaman
– Kualifikasi perusahaan pembuat, perakit/pemasang, reparator, perawatan, dan operator pesawat uap
– Ketentuan pemeriksaan dan pengujian
– Ketentuan teknis pesawat uap yang tidak perlu ijin
– Ketentuan teknis yang berkaitan dokumen teknis pesawat uap, pemipaan, sarana penunjang dan dokumen teknik pemeriksaan dan perijinan
2. Persyaratan Keselamatan Kerja dan Ketentuan Teknis Pelaksana Kegiatan Pemeriksaan dan Pengujian serta Penerbitan Ijin Pemakaian Bejana Tekan
a. Persyaratan Keselamatan Kerja terkait dengan bejana tekan, harus mematuhi peraturan, yaitu; Undang-undang No.1 Tahun 1970, Peraturan Menteri No. Per.01/Menn/1982 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya serta standar teknis pendukungnya.
b. Ketentuan-ketentuan yang dimaksud tersebut diatas, meliputi;
– Ketentuan tentang kualitas konstruksi bejana tekan, pemipaan dan sarana penunjangnya
– Ketentuan tentang kualitas dan kuantitas alat perlengkapan / alat pengaman
– Ketentuan tentang kualifikasi perusahaan pembuat, perakit, pemasang, reparator, perawatan dan operator bejana tekan
– Ketentuan teknis pemeriksaan dan pengujian
– Ketentuan teknis bejana tekan yang tidak perlu pengesahan pemakaian
– Ketentuan teknis yang berkaitan dokumen teknis bejana tekan, pemipaan, sarana penunjang dan dokumen teknik pemeriksaan dan pengesahan pemakaian.
1. Jenis pemeriksaan dan pengujian berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Pemeriksaan dan pengujian dalam proses pembuatan
– Pemeriksaan dokumen teknik yang disyaratkan untuk pembuatan
– Pemeriksaan bahan baku/material yang akan digunakan untuk pembuatan unit atau komponen (pemeriksaan awal)
– Pemeriksaan pada saat dan atau pada akhir pekerjaan pembuatan unit atau komponen
– Pengujian
– Pembuatan data teknik pembuatan dan laporan pengawasan pembuatan unit atau komponen.
3. Pemeriksaan dan pengujian pertama
– Pemeriksaan dokumen teknik yang disyaratkan untuk pemasangan dana atau pemeriksaan
– Pemeriksaan unit atau komponen
– Pemeriksaan teknis menyeluruh saat perakitan dan akhir perakitan
– Pengujian-pengujian
– Pencatatan pada Buku Akte Ijin Pemakaian
4. Pemeriksaan dan pengujian berkala
– Pengecekan dokumen teknik terkait syarat pemakaian
– Pemeriksaan kondisi fisik serta perlengkapannya
– Pembuatan laporan pemeriksaan dan atau pengujian berkala atau pemeriksaan khusus
– Pencacatan pada buku Akte Ijin Pemakaian
5. Pemeriksaan khusus (modifikasi/reparasi)
a. Pemeriksaan kondisi fisik pesawat uap yang akan dilakukan reparasi/modifikasi
b. Pemeriksaan dokumen teknik terkait dengan syarat pekerjaan
c. Pemeriksaan pada saat dan akhir pekerjaan
d. Pengujian seperlunya
e. Pembuatan laporan pemeriksaan dan pengujian
f. Pencatatan pada buku akte
Selain itu terdapat pula pemeriksaan dan pengujian pada saat terjadi pekerjaan relokasi/rekondisi pesawat uap. Dan seluruh tahapan kegiatan pekerjaan yang terkait dengan pesawat uap harus mendapatkan ijin dan pengesahan dari pihak yang terkait, misal; ijin pemakaian (baru) dan Mutasi ijin pemakaian karena penjualan atau jenis pesawat uap berpindah.
Seluruh kegiatan terkait dengan pemeriksaan dan pengujian kemudian diatur dalam suatu prosedur standar mulai dari tahap awal hingga akhir, yaitu;
a. Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap pembuatan
b. Prosedur pemeriksaan dan pengujian pada tahap perakitan atau pemasangan
c. Prosedur pada tahapan pemakaian (pemeriksaan berkala atau khusus)
d. Prosedur pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan reparasi dan modifikasi
e. Prosedur pemeriksaan dan pengujian berkaitan dengan perakitan pemasangan karena pemindah pesawat uap
F. Prosedur penerbitan ijin pemakaian pesawat uap baik baru atau mutasi
Kegiatan pemeriksaan dan pengujian mencakup beberapa tahap, yaitu;
a. Pemeriksaan data
b. Pemeriksaan visual dengan menggunakan checklist terhadap seluruh komponen dan dimention check / ketebalan
c. Pemeriksaan tidak merusak terhadap sambungan las
d. Hydrostatis test dan steam test
1. Persyaratan Keselamatan Kerja dan Ketentuan Teknis Pelaksana Kegiatan Pemeriksaan dan Pengujian serta Penerbitan Ijin Pemakaian Pesawat Uap
a. Persyaratan keselamatan Kerja terkait dengan pesawat uap harus mematuhi perundang-undangan, yaitu; Undang-undang No.1 Tahun 1970, Undang-undang Uap 1930, Peraturan Uap 1930, Peraturan Menteri No.02/Men/1982/1982 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya serta standar teknis pendukungnya.
b. Ketentuan-ketentuan tersebut, meliputi;
– Kualitas konstruksi, pemipaan, sarana penunjang
– Kualitas dan kuantitas alat perlengkapan/alat pengaman
– Kualifikasi perusahaan pembuat, perakit/pemasang, reparator, perawatan, dan operator pesawat uap
– Ketentuan pemeriksaan dan pengujian
– Ketentuan teknis pesawat uap yang tidak perlu ijin
– Ketentuan teknis yang berkaitan dokumen teknis pesawat uap, pemipaan, sarana penunjang dan dokumen teknik pemeriksaan dan perijinan
2. Persyaratan Keselamatan Kerja dan Ketentuan Teknis Pelaksana Kegiatan Pemeriksaan dan Pengujian serta Penerbitan Ijin Pemakaian Bejana Tekan
a. Persyaratan Keselamatan Kerja terkait dengan bejana tekan, harus mematuhi peraturan, yaitu; Undang-undang No.1 Tahun 1970, Peraturan Menteri No. Per.01/Menn/1982 dan peraturan-peraturan pelaksanaannya serta standar teknis pendukungnya.
b. Ketentuan-ketentuan yang dimaksud tersebut diatas, meliputi;
– Ketentuan tentang kualitas konstruksi bejana tekan, pemipaan dan sarana penunjangnya
– Ketentuan tentang kualitas dan kuantitas alat perlengkapan / alat pengaman
– Ketentuan tentang kualifikasi perusahaan pembuat, perakit, pemasang, reparator, perawatan dan operator bejana tekan
– Ketentuan teknis pemeriksaan dan pengujian
– Ketentuan teknis bejana tekan yang tidak perlu pengesahan pemakaian
– Ketentuan teknis yang berkaitan dokumen teknis bejana tekan, pemipaan, sarana penunjang dan dokumen teknik pemeriksaan dan pengesahan pemakaian.
G. Pengawasan K3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan
Pesawat Uap atau juga disebut Ketel Uap adalah suatu pesawat yang dibuat untuk mengubah air didalamnya, sebagian menjadi uap dengan jalan pemanasan menggunakan pembakaran dari bahan bakar. Ketel uap dalam keadaan bekerja, adalah sebagai bejana yang tertutup dan tidak berhubungan dengan udara luar karena selama pemanasan, maka air akan mendidih selanjutnya berubah menjadi uap panas dan bertekanan, sehingga berpotensi terjadinya ledakan jika terjadi kelebihan tekanan (over pressure).
Bejana tekan adalah suatu wadah untuk menampung energi baik berupa cair atau gas yang bertekanan atau bejana tekan adalah selain pesawat uap yang mempunyai tekanan melebihi tekanan udara luar (atmosfer) dan mempunyai sumber bahaya antara lain; kebakaran, keracunan, gangguan pernafasan, peledakan, suhu ekstrem.
Objek pengawasan K3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan dibagi dalam 4 (empat) kelompok, yaitu;
1. Pesawat Uap
– Ketel Uap
– Ketel Air Panas
– Ketel Vapour
– Pemanas Air
– Pengering Uap
– Penguap
– Bejana Uap
– Ketel Cairan Panas
2. Bejana Tekan
– Bejana Transport
– Bejana Penyimpan Gas
– Bejana Penimbun
– Pesawat/Instalasi Pendingin
– Botol Baja
– Pesawat Pembangkit Gas Asetilin
3. Instalasi Pipa
– Instalasi Pipa Gas
– Instalasi Pipa Uap
– Instalasi Pipa Air
– Instalasi Pipa Cairan
4. Operator Pesawat Uap, Juru Las dan Perusahaan Jasa Teknik
Pesawat Uap atau juga disebut Ketel Uap adalah suatu pesawat yang dibuat untuk mengubah air didalamnya, sebagian menjadi uap dengan jalan pemanasan menggunakan pembakaran dari bahan bakar. Ketel uap dalam keadaan bekerja, adalah sebagai bejana yang tertutup dan tidak berhubungan dengan udara luar karena selama pemanasan, maka air akan mendidih selanjutnya berubah menjadi uap panas dan bertekanan, sehingga berpotensi terjadinya ledakan jika terjadi kelebihan tekanan (over pressure).
Bejana tekan adalah suatu wadah untuk menampung energi baik berupa cair atau gas yang bertekanan atau bejana tekan adalah selain pesawat uap yang mempunyai tekanan melebihi tekanan udara luar (atmosfer) dan mempunyai sumber bahaya antara lain; kebakaran, keracunan, gangguan pernafasan, peledakan, suhu ekstrem.
Objek pengawasan K3 Pesawat Uap dan Bejana Tekan dibagi dalam 4 (empat) kelompok, yaitu;
1. Pesawat Uap
– Ketel Uap
– Ketel Air Panas
– Ketel Vapour
– Pemanas Air
– Pengering Uap
– Penguap
– Bejana Uap
– Ketel Cairan Panas
2. Bejana Tekan
– Bejana Transport
– Bejana Penyimpan Gas
– Bejana Penimbun
– Pesawat/Instalasi Pendingin
– Botol Baja
– Pesawat Pembangkit Gas Asetilin
3. Instalasi Pipa
– Instalasi Pipa Gas
– Instalasi Pipa Uap
– Instalasi Pipa Air
– Instalasi Pipa Cairan
4. Operator Pesawat Uap, Juru Las dan Perusahaan Jasa Teknik
Penulis :
Hendrajati
Health Safety And Environment Coordinator
PT. WIRA KELUARGA MANDIRI
Phone : +62 549 23258
Mobile : 081253190908
Leave a Reply
Fakta Mengejutkan Teori Domino Heinrich Tentang Kecelakaan Kerja !
Posted by Unknown
Posted on 01.46
with 1 comment
pelatihan k3 umum, k3 konstruksi, training k3 migas, k3 umum, k3 umum, k3 listrik, training ak3 umum
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Heinrich, 98 persen kecelakaan disebabkan oleh tindakan tidak aman. Maka dari itu, Heinrich menyatakan, kunci untuk mencegah kecelakaan adalah dengan menghilangkan tindakan tidak aman sebagai penyebab kecelakaan.
Teori Domino Heinrich oleh H.W. Heinrich, salah satu teori ternama yang menjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. Dalam Teori Domino Heinrich terdapat lima penyebab kecelakaan, di antaranya:
1. Hereditas
Hereditas mencakup latar belakang seseorang, seperti pengetahuan yang kurang atau mencakup sifat seseorang, seperti keras kepala.
2. Kesalahan manusia
Kelalaian manusia meliputi, motivasi rendah, stres, konflik, masalah yang berkaitan dengan fisik pekerja, keahlian yang tidak sesuai, dan lain-lain.
3. Sikap dan kondisi tidak aman
Sikap/ tindakan tidak aman, seperti kecerobohan, tidak mematuhi prosedur kerja, tidak menggunakan alat pelindung diri (APD), tidak mematuhi rambu-rambu di tempat kerja, tidak mengurus izin kerja berbahaya sebelum memulai pekerjaan dengan risiko tinggi, dan sebagainya.
Sedangkan, kondisi tidak aman, meliputi pencahayaan yang kurang, alat kerja kurang layak pakai, tidak ada rambu-rambu keselamatan kerja, atau tidak tersedianya APD yang lengkap.
4. Kecelakaan kerja
Kecelakaan kerja, seperti terpeleset, luka bakar, tertimpa benda di tempat kerja terjadi karena adanya kontak dengan sumber bahaya.
5. Dampak kerugian
Dampak kerugian bisa berupa:
- Pekerja: cedera, cacat, atau meninggal dunia
- Pengusaha: biaya langsung dan tidak langsung
- Konsumen: ketersediaan produk
Kelima faktor penyebab kecelakaan ini tersusun layaknya kartu domino yang di berdirikan. Hal ini berarti, jika satu kartu jatuh, maka akan menimpa kartu lainnya.
Menurut Heinrich, kunci untuk mencegah kecelakaan kerja adalah menghilangkan sikap dan kondisi tidak aman (kartu ketiga). Sesuai dengan analogi efek domino, jika kartu ketiga tidak ada lagi, seandainya kartu kesatu dan kedua jatuh, ini tidak akan menyebabkan jatuhnya semua kartu.
Adanya Gap atau jarak dari kartu kedua dengan kartu keempat, jika kartu kedua jatuh, ini tidak akan sampai meruntuhkan kartu keempat. Pada akhirnya, kecelakaan (kartu keempat) dan dampak kerugian (kartu kelima) dapat dicegah.
Untuk menguatkan Teori Domino Heinrich, konsep Piramida Kecelakaan juga menjelaskan hal yang sama.
Tercatat kontribusi terbesar penyebab kecelakaan kerja adalah berasal dari sikap dan kondisi tidak aman. Maka dari itu, untuk mengurangi kecelakaan kerja dan risikonya bisa dilakukan pencegahan dengan meminimalisasi tindakan dan kondisi tidak aman di tempat kerja, dengan cara:
- Mengatur kondisi kerja sesuai peraturan perundangan
- Standarisasi, terkait syarat-syarat keselamatan, seperti pemasangan rambu-rambu keselamatan.
- Pengawasan agar peraturan dipatuhi
- Pelatihan terkait keselamatan untuk karyawan
- Laporan mengenai kecelakaan kerja, meliputi jenis kecelakaan kerja, jumlah kecelakaan kerja, kerugian akibat kecelakaan kerja, dan sebagainya
- Program penghargaan atas prestasi karyawan dalam meminimalisasi kecelakaan kerja
- Asuransi
- Membuat program K3 di tingkat perusahaan
Salam safety!
Sumber : safetysign.co.id
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (P2K3)
Posted by Unknown
Posted on 00.47
with No comments
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menyediakan suatu kerangka dasar untuk pencegahan terjadinya kecelakaan dan timbulnya penyakit akibat kerja di tempat kerja. Kunci utama dari inti UU Keselamatan Kerja tersebut adalah keterlibatan tenaga kerja dan pengurus serta organisasi kerja yang ada di dalamnya untuk meningkatkan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Keterlibatan tenaga kerja di tempat kerja dapat dicapai antara lain melalui; adanya perwakilan tenaga kerja untuk K3 dan pembetukan organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Selanjutnya dalam Permenaker No. PER-04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja, Pasal 1 (d) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Panitian Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjtunya disebut P2K3 adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan K3.
MENGAPA P2K3 DIPERLUKAN?
Seperti apa yang tertuang di dalam UU Keselamatan Kerja, Pasal 10 (1) dinyatakan bahwa “Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk P2K3 guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang K3, dalam rangka melancarkan usaha produksi.” Yang dimaksud dengan memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif adalah suatu bentuk keterlibatan (involvement) dari kedua belah pihak. Sedangkan tugas dan kewajiban dari kedua belah pihak adalah melancarkan usaha produksi melalui peningkatan kinerja K3. Dalam hal ini, P2K3 mempunyai peran central di dalam menjamin kinerja K3 di tempat kerja.
Perubahan kinerja K3 kearah yang lebih baik akan lebih mudah dicapai apabila antara pengurus atau pihak manajemen dengan tenaga kerja bekerja sama (melalui forum P2K3), saling berkonsultasi tentang potensi bahaya, mendiskusikannya dan mencari solusi atas semua masalah K3 yang muncul di tempat kerja. P2K3 sebagai wadah forum rembuk K3 dapat membawa pengurus dan perwakilan tenaga kerja bersama-sama untuk mempertimbangkan isu-isu umum K3 di tempat kerja secara luas, merencanakan, melaksanakan dan memantau program-program K3 yang telah dibuat.
Perubahan kinerja K3 kearah yang lebih baik akan lebih mudah dicapai apabila antara pengurus atau pihak manajemen dengan tenaga kerja bekerja sama (melalui forum P2K3), saling berkonsultasi tentang potensi bahaya, mendiskusikannya dan mencari solusi atas semua masalah K3 yang muncul di tempat kerja. P2K3 sebagai wadah forum rembuk K3 dapat membawa pengurus dan perwakilan tenaga kerja bersama-sama untuk mempertimbangkan isu-isu umum K3 di tempat kerja secara luas, merencanakan, melaksanakan dan memantau program-program K3 yang telah dibuat.
APA SYARAT PEMBENTUKAN P2K3
Permenaker No. PER-04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja Pasal 2, mensyaratkan bahwa setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu pengusaha atau pengurus WAJIB membentuk P2K3. Kriteria tempat kerja dimaksud ialah:
a) Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100 orang atau lebih;
b) Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan kurang dari 100 orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai resiko yang besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif.
a) Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100 orang atau lebih;
b) Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan kurang dari 100 orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai resiko yang besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif.
Selanjutnya pada Pasal 3 (3) dinyatakan bahwa “P2K3 ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya atas usul dari pengusaha ataua pengurus yang bersangkutan”. Dengan demikian inisiatif pembentukan P2K3 di tempat kerja atau perusahaan harus mucul dari pengurus atau pengusaha yang didasarakan pada kesadaran untuk memenuhi kewajiban seperti yang ditetapkan dalam peraturan perundangan.
Terdapat beberapa hal penting sebagai dasar pertimbangan pada saat pembentukan P2K3. Tujuan pembentukan P2K3 harus dapat menjamin bahwa organisasi yang akan dibentuk merupakan perwakilan seluruh komponen yang ada di tempat kerja. Konsultasi antara pihak manajemen dengan pekerja harus terfokus pada pengembangan struktur P2K3 yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan tempat kerja atau perusahaan. Pada saat memutuskan kebutuhan organisasi P2K3 yang sesui dengan tempat kerja atau perusahaan dan dapat memenuhi tuntutan peraturan perundangan, hal-hal yang harus difikirkan antara lain adalah :
Terdapat beberapa hal penting sebagai dasar pertimbangan pada saat pembentukan P2K3. Tujuan pembentukan P2K3 harus dapat menjamin bahwa organisasi yang akan dibentuk merupakan perwakilan seluruh komponen yang ada di tempat kerja. Konsultasi antara pihak manajemen dengan pekerja harus terfokus pada pengembangan struktur P2K3 yang betul-betul sesuai dengan kebutuhan tempat kerja atau perusahaan. Pada saat memutuskan kebutuhan organisasi P2K3 yang sesui dengan tempat kerja atau perusahaan dan dapat memenuhi tuntutan peraturan perundangan, hal-hal yang harus difikirkan antara lain adalah :
– Besar kecilnya tempat kerja atau perusahaan;
– Jenis operasional dan pengaturan tempat kerja;
– Potensi bahaya dan tingkat resiko yang ada di tempat kerja;
– Calon-calon anggota dari setiap kelompok kerja yang akan mengisi struktur organisasi; dan
– Ukuran ideal organisasi yanag dapat bekerja secara efektif.
– Jenis operasional dan pengaturan tempat kerja;
– Potensi bahaya dan tingkat resiko yang ada di tempat kerja;
– Calon-calon anggota dari setiap kelompok kerja yang akan mengisi struktur organisasi; dan
– Ukuran ideal organisasi yanag dapat bekerja secara efektif.
Pada perusahaan besar atau tempat kerja yang luas akan diperlukan jumlah yang lebih besar kelompok kerja yang akan ditunjuk. Jika P2K3 mempunyai banyak anggota maka akan diperlukan suatu upaya atau perjuangan untuk dapat bekerja secara efektif. Untuk itu, mungkin perlu membuat lebih dari satu organisasi K3 dan selanjutnya tinggal mengatur untuk langkah koordinasi diantara mereka. Hal yang perlu disadari bahwa terlalu banyak atau terlalu sedikit anggota P2K3 akan menimbulkan suatu permasalahan, untuk itu harus dibuat atau disusun struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
SIAPA YANG HARUS MENJADI ANGGOTA P2K3
Berdasarkan Pasal 3, Permenaker No. PER-04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja dinyatakan bahwa:
1) Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusahan dan pekerja yang susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota
2) Sekretaris P2K3 ialah Ahli Keselamatan Kerja dari perusahaan yang bersangkutan
3) Ketua P2K3, diupayakan dijabat oleh pimpinan perusahaan atau salah satu pengurus perusahaan
Agar organisasi P2K3 dapat berjalan dengan baik, maka susunan anggota sekurang-kurangnya separuhnya adalah dari perwakilan pekerja. Anggota dari perwakilan pekerja, pertama-tama dipilih dari orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang proses kerja dan potensi bahaya yang ada di tempat kerjanya. Demikian juga dengan perwakilan dari pihak manajemen atau pengurus, diupayakan suatu perwakilan yang berasal dari jajaran manajer, supervisor, personnel officers atau profesional K3 yang dapat memberikan informasi atau masukan di dalam membuat kebijakan perusahaan, kebutuhan produksi dan hal-hal teknis perusahaan lainnya.
1) Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusahan dan pekerja yang susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota
2) Sekretaris P2K3 ialah Ahli Keselamatan Kerja dari perusahaan yang bersangkutan
3) Ketua P2K3, diupayakan dijabat oleh pimpinan perusahaan atau salah satu pengurus perusahaan
Agar organisasi P2K3 dapat berjalan dengan baik, maka susunan anggota sekurang-kurangnya separuhnya adalah dari perwakilan pekerja. Anggota dari perwakilan pekerja, pertama-tama dipilih dari orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang proses kerja dan potensi bahaya yang ada di tempat kerjanya. Demikian juga dengan perwakilan dari pihak manajemen atau pengurus, diupayakan suatu perwakilan yang berasal dari jajaran manajer, supervisor, personnel officers atau profesional K3 yang dapat memberikan informasi atau masukan di dalam membuat kebijakan perusahaan, kebutuhan produksi dan hal-hal teknis perusahaan lainnya.
Selanjutnya jumlah anggota P2K3 yang ideal agar fungsi organisasi dapat berjalan dengan efektif adalah sebagai berikut:
1) Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih, maka jumlah anggota sekurang-kurangnya 12 orang terdiri dari 6 orang perwakilan pekerja dan 6 orang dari perwakilan pengurus perusahaan atau pihak manajemen.
2) Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 50 orang s/d 100 orang, maka jumlah anggota sekurang-kurangnya 6 orang terdiri dari 3 orang perwakilan pekerja dan 3 orang dari perwakilan pengurus perusahaan atau pihak manajemen.
3) Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja kurang dari 50 orang atau tempat kerja dengan tingkat resiko yang besar, maka jumlah anggota sekurang-kurangnya 6 orang terdiri dari 3 orang perwakilan pekerja dan 3 orang dari perwakilan pengurus perusahaan atau pihak manajemen.
1) Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih, maka jumlah anggota sekurang-kurangnya 12 orang terdiri dari 6 orang perwakilan pekerja dan 6 orang dari perwakilan pengurus perusahaan atau pihak manajemen.
2) Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 50 orang s/d 100 orang, maka jumlah anggota sekurang-kurangnya 6 orang terdiri dari 3 orang perwakilan pekerja dan 3 orang dari perwakilan pengurus perusahaan atau pihak manajemen.
3) Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja kurang dari 50 orang atau tempat kerja dengan tingkat resiko yang besar, maka jumlah anggota sekurang-kurangnya 6 orang terdiri dari 3 orang perwakilan pekerja dan 3 orang dari perwakilan pengurus perusahaan atau pihak manajemen.
Kadang-kadang sangat sulit untuk memutuskan, siapa yang dapat menjadi wakil pekerja dan siapa yang harus menjadi perwakilan pihak manajemen, karena disebagian besar tempat kerja semuanya adalah sebagai “pekerja”. Agar P2K3 dapat bekerja dengan baik, maka wakil manajemen harus diusulkan oleh pihak manajemen dan wakil pekerja harus diusulkan oleh para kerja itu sendiri dan bukan merupakan penunjukan dari pengurus perusahaan.
BAGAIMANA LANGKAH MEMBENTUK P2K3
Untuk dapat pembentukan organisasi P2K3 yang baik perlu suatu langkah-langkah efektif yang dimulai dari tahap persiapan dan dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan pembentukan.
TAHAP PERSIAPAN
Internal perusahaan harus mempersiapkan pembentukan P2K3 yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
Membuat Kebijakan K3. Pengurus harus terlebih dulu menggariskan dan menjalankan pokok-pokok kebijakan K3 secara umum dan menetapkan maksud tujuan untuk membentuk P2K3. Kebijakan K3 tersebut lazin disebut sebagai “SAFETY AND HEALTH POLICY”.
Internal perusahaan harus mempersiapkan pembentukan P2K3 yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
Membuat Kebijakan K3. Pengurus harus terlebih dulu menggariskan dan menjalankan pokok-pokok kebijakan K3 secara umum dan menetapkan maksud tujuan untuk membentuk P2K3. Kebijakan K3 tersebut lazin disebut sebagai “SAFETY AND HEALTH POLICY”.
Secara garis besar kebijakan tersebut berupa penegasan bahwa:
K3 merupakan salah satu faktor yang tidak dapat diabaikan dalam kelancaran proses produksi perusahaan Pimpinan perusahaan bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan usaha K3 di perusahaannya Semua personel mulai dari top manajemen sampai garis organisasi perusahaan paling bawah harus memahami dan ikut aktif di dalam segala kegiatan K3 yang diselenggarakan oleh perusahaan Perlu dilakukan pembinaan dan latihan secara terus menerus untuk peningkatan kinerja K3 Pengawasan dan pelaksanaan semua ketentuan K3 yang telah digariskan Perlu penyediaan anggaran operasional yang cukup P2K3 berfungsi sebagai penggerak dilaksanakannya K3 di perusahaan Kebijakan K3 harus dituangkan secara tertulis.
K3 merupakan salah satu faktor yang tidak dapat diabaikan dalam kelancaran proses produksi perusahaan Pimpinan perusahaan bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan usaha K3 di perusahaannya Semua personel mulai dari top manajemen sampai garis organisasi perusahaan paling bawah harus memahami dan ikut aktif di dalam segala kegiatan K3 yang diselenggarakan oleh perusahaan Perlu dilakukan pembinaan dan latihan secara terus menerus untuk peningkatan kinerja K3 Pengawasan dan pelaksanaan semua ketentuan K3 yang telah digariskan Perlu penyediaan anggaran operasional yang cukup P2K3 berfungsi sebagai penggerak dilaksanakannya K3 di perusahaan Kebijakan K3 harus dituangkan secara tertulis.
Hal ini penting bagi semua pihak yang terkait dengan K3 perusahaan dan beberapa alasan penting seperti:
- Mempermudah pelaksanaan kebijakan K3 yang telah ditetapkan
- Mempermudah para pengawas K3 perusahaan melaksanakan kebijakan tersebut
- Mempermudah para pekerja untuk mematuhi peraturan K3 beserta instruksi-instruksi teknisnya, dll.
Inventarisasi calon anggota P2K3. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan calon anggota yang dapat mewakili seluruh komponen atau unsur perusahaan. Dalam hal ini pengurus menyusun daftar calon anggota P2K3 yang telah dipilih dan diusulkan oleh masing-masing unit kerja baik dari pihak perwakilan pekerja maupun perwakilan pihak manajemen.
Konsultasi dengan pihak pemerintah, khususnya dinas atau kantor yang membidangi ketenagakerjaan setempat untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk teknis yang diperlukan berkaitan dengan pembentukan P2K3.
TAHAP PELAKSANAAN PEMBENTUKAN
Setelah pengurus berhasil mendapatkan dan menyusun calon anggota P2K3, maka langkah berikutnya adalah melakukan pembentukan P2K3 secara resmi. Selanjutnya pimpinan perusahaan atau pengurus menyampaikan usulan pembentukan P2K3 kepada Menteri Tenaga Kerja melalui Dinas atau Kantor yang membidangi ketenagakerjaan setempat untuk mendapatkan pengesahan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk sesuai peraturan yang berlaku.
APA TUGAS DAN FUNGSI P2K3
Operasional nyata P2K3 mencerminkan siapa yang duduk dalam organisasi, seberapa matang organisasi dipersiapkan untuk dapat bekerja secara efektif dan apa yang mereka kerjakan untuk meningkatkan kinerja K3 perusahaan.
Sebagai referensi tugas dan fungsi P2K3, Permenaker No. PER-04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja Pasal 4 (1) menyatakan bahwa “P2K3 mempunyai TUGAS memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah K3”. selanjutnya untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, maka P2K3 mempunyai fungsi:
a. Menghimpun dan mengelola data tentang K3 di tempat kerja
b. Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja:
Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan K3, termasuk bahaya kebakaran, peledakan serta cara penanggulangannya
Sebagai referensi tugas dan fungsi P2K3, Permenaker No. PER-04/MEN/1987 tentang P2K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja Pasal 4 (1) menyatakan bahwa “P2K3 mempunyai TUGAS memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah K3”. selanjutnya untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, maka P2K3 mempunyai fungsi:
a. Menghimpun dan mengelola data tentang K3 di tempat kerja
b. Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja:
Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan K3, termasuk bahaya kebakaran, peledakan serta cara penanggulangannya
Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja
Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan
Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya
c. Membantu pengusaha atau pengurus dalam:
Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja
Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif berbaik
Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap K3
Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan
Mengembangkan penyuluhan dan penelitihan di bidang keselamatan kerja, higene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi
Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan makanana di perusahaan
Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja
Mengembangkan pelayanan kesehatan kerja
Mengembangkan laboratorium K3, melakukan pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan
Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja
d. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijakan manajemen dan pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.
Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan
Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya
c. Membantu pengusaha atau pengurus dalam:
Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja
Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif berbaik
Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap K3
Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan
Mengembangkan penyuluhan dan penelitihan di bidang keselamatan kerja, higene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi
Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan makanana di perusahaan
Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja
Mengembangkan pelayanan kesehatan kerja
Mengembangkan laboratorium K3, melakukan pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan
Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja
d. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijakan manajemen dan pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.
Agar fungsi P2K3 tersebut dapat berjalan dengan efektif, maka tugas-tugas pengurus harus diuraikan secara jelas dalam bentuk “Job Discribtion” antara lain sebagai berikut:
1) Tugas Ketua P2K3
Memimpin semua rapat pleno P2K3 atau menunjuk pengurus lainnya untuk memimpin rapat pleno
Menentukan langkah kebijakan demi tercapainya pelaksanaan program-program yang telah digariskan organisasi
Mempertanggung jawabkan pelaksanaan K3 di perusahaannya kepada pemerintah melalui pimpinan perusahaan
Mempertanggung jawabkan program-program P2K3 dan pelaksanaannya kepada direksi perusahaan
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program-program K3 di perusahaan, dll.
2) Tugas Wakil Ketua
Melaksanakan tugas-tugas ketua dalam hal ketua berhalangan dan membantu pelaksanaan tugas ketua sehari-hari
3) Tugas Sekretaris
Membuat undangan rapat dan membuat notulen rapat
Memberikan bantuan atau saran-saran yang diperlukan olek seksi-seksi untuk kelancaran program-program K3
Membuat laporan ke departemen-departemen perusahaan tentang adanya potensi bahaya di tempat kerja, dll.
4) Tugas Anggota
Melaksanakan program-program yang telah ditetapkan sesuai dengan bidang tugas masing-masing
Melaporkan kepada ketua atas setiap kegiatan yang telah dilaksanakan, dll.
1) Tugas Ketua P2K3
Memimpin semua rapat pleno P2K3 atau menunjuk pengurus lainnya untuk memimpin rapat pleno
Menentukan langkah kebijakan demi tercapainya pelaksanaan program-program yang telah digariskan organisasi
Mempertanggung jawabkan pelaksanaan K3 di perusahaannya kepada pemerintah melalui pimpinan perusahaan
Mempertanggung jawabkan program-program P2K3 dan pelaksanaannya kepada direksi perusahaan
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program-program K3 di perusahaan, dll.
2) Tugas Wakil Ketua
Melaksanakan tugas-tugas ketua dalam hal ketua berhalangan dan membantu pelaksanaan tugas ketua sehari-hari
3) Tugas Sekretaris
Membuat undangan rapat dan membuat notulen rapat
Memberikan bantuan atau saran-saran yang diperlukan olek seksi-seksi untuk kelancaran program-program K3
Membuat laporan ke departemen-departemen perusahaan tentang adanya potensi bahaya di tempat kerja, dll.
4) Tugas Anggota
Melaksanakan program-program yang telah ditetapkan sesuai dengan bidang tugas masing-masing
Melaporkan kepada ketua atas setiap kegiatan yang telah dilaksanakan, dll.
BERAPA SERING PERTEMUAN P2K3 DISELENGGARAKAN
Secara efektif P2K3 dapat mengadakan pertemuan atau sidang rutin sekurang-kurangnya adalah 3 bulan sekali. P2K3 mungkin dapat memutuskan untuk mengadakan pertemuan lebih sering, dan di sebagian besar tempat kerja, P2K3 mengadakan pertemuan setiap bulan agar mereka lebih mampu menangani isu-isu K3 di tempat kerja, menyusun rencana, menerapkan dan memantau program-programnya secara efektif. Suatu hal yang sangat penting adalah bagaimana selalu menjaga antusia dan komitment seluruh pengurus dan anggota P2K3.
Pertemuan/sidang-sidang secara reguler akan dapat membantu dan dengan menetapkan tanggal khusus pertemuan (seperti; senin pertama atau sabtu pertama setiap bulan), sehingga memudahkan seluruh anggota untuk mengingat dan menghadiri pertemuan serta dapat menyesuaikan dengan aktivitas kerja lainnya. Namun demikian, pertemuan dapat ditunda apabila sekurang-kurangnya separuh anggota menghendaki dengan berbagai alasan dan kepentingan perusahaan. Frequensi pertemuan mungkin tergantung dari berbagai faktor antara lain:
Volume pekerjaan yang harus diselesaikan oleh P2K3
Ukuran tempat kerja atau area yang harus ditangani oleh P2K3
Jenis pekerjaan yang dilakukan
Potensi bahaya dan tingkat resiko yang ada di tempat kerja atau area yang harus ditanganinya
Adanya perubahan proses operasi di tempat kerja
Pembelian peralatan baru atau pengenalan sistem kerja baru dan
Pengenalan atau sosialisasi peraturan perundangan baru yang relevan
Volume pekerjaan yang harus diselesaikan oleh P2K3
Ukuran tempat kerja atau area yang harus ditangani oleh P2K3
Jenis pekerjaan yang dilakukan
Potensi bahaya dan tingkat resiko yang ada di tempat kerja atau area yang harus ditanganinya
Adanya perubahan proses operasi di tempat kerja
Pembelian peralatan baru atau pengenalan sistem kerja baru dan
Pengenalan atau sosialisasi peraturan perundangan baru yang relevan
Di samping pertemuan/sidang rutin, P2K3 dapat mengadakan sidang khusus terutama bila menghadapi hal-hal yang bersifat mendadak, seperti setelah terjadi kecelakaan kerja atau kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh proses kerja. Dalam sidang sebaiknya dibicarakan materi-materi yang menyangkut permasalah K3 di tempat kerja atau masalah-masalah lain yang relevan dengan peningkatan kinerja K3 seperti:
Membahas hasil evaluasi program kerja yang telah dilaksanakan
Menyusun rekomendasi tentang cara pencegahan dan pengendalian potensi bahaya yang ditemukan
Menyusus program pelatihan K3 bagi karyawan perusahaan
Mereview efektifitas sarana pengendalian resiko yang telah dilaksanakan
Hal-hal lain yang relevan, seperti merencanakan untuk memperingati bulan K3 di perusahaan.
Dalam setiap pertemuan/sidang-sidang P2K3 dapat mengundang para supervisor atau kepala unit kerja yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibicarakan. Hal ini penting, agar para tenaga kerja dapat mengetahui dan mengikuti seluruh kegiatan yang diprogramkan oleh panitia.
Membahas hasil evaluasi program kerja yang telah dilaksanakan
Menyusun rekomendasi tentang cara pencegahan dan pengendalian potensi bahaya yang ditemukan
Menyusus program pelatihan K3 bagi karyawan perusahaan
Mereview efektifitas sarana pengendalian resiko yang telah dilaksanakan
Hal-hal lain yang relevan, seperti merencanakan untuk memperingati bulan K3 di perusahaan.
Dalam setiap pertemuan/sidang-sidang P2K3 dapat mengundang para supervisor atau kepala unit kerja yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibicarakan. Hal ini penting, agar para tenaga kerja dapat mengetahui dan mengikuti seluruh kegiatan yang diprogramkan oleh panitia.
BAGAIMANA P2K3 DAPAT BEKERJA SECARA EFEKTIF
Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan agar organisasi P2K3 dapat berjalan dan berfungsi secara efektif:
a) Para perwakilan yang duduk dalam organisasi P2K3 harus betul-betul mengerti tentang kondisi yang ada di dalam tempat kerja. Hal ini dapat mengurangi kebingungan tentang prosedur kerja dan pengaturan K3 di tempat kerja.
b) P2K3 memerlukan dukungan dari manajemen untuk dapat bekerja secara efektif. Dukungan yang diperlukan antara lain berupa:
Penyediaan informasi mengenai tempat kerja dan proses-prosesnya
Penyediaan waktu dan fasilitas untuk menyelenggarakanpertemuan
Menganjurkan para anggota P2K3 untuk mengikuti training K3
Penyediaan data statistik, laporan dan bahan referensi yang diperlukan
Pengesahan aktivitas-aktivitas P2K3, dll.
c) Panitia harus mengadakan pertemuan secara reguler. Frekuensi pertemuan mungkin sebulan sekali, tiga bulan sekali atau tergantung kebutuhan.
d) P2K3 harus mempunyai suatu kejelasan tujuan yang dimengerti oleh seluruh anggotanya.
e) P2K3 harus mempunyai agenda yang tersusun untuk setiap pertemuan, sehingga program yang direncanakan dapat dilaksanakan dengana baik. Setiap anggota P2K3 harus mempunyai kesempatan yang sama untuk menyumbangkan hal-hal yang diagendakan.
f) Suatu hal yang sangat penting adalah bahwa salah satu senior manajer harus duduk di dalam kepengurusan, sehingga setiap keputusan dapat segera diambil.
g) Efektivitas kerja P2K3 sangat ditentukan oleh kemampuan personel yang terlatih baik dari sisi manajemen maupun dari sisi pekerja. Dengan demikian, pemahaman tentang isu-isu K3 sangat vital dan dipahami oleh kedua belah pihak.
h) Peran dari ahli K3 di dalam P2K3 adalah sebagai penasehat atau pemberi saran, sehingga harus berada pada posisi yang netral, tetapi memberikan saran teknis dan informasi lainnnya yang diperlukan untuk kepentingan organisasi.
i) Perwakilan pekerja yang duduk didalam keanggotaan P2K3 harus dipilih oleh para pekerja dan mencerminkan keberadaan berbagai serikat pekerja yang ada di tempat kerja.
j) Kehadiran secara reguler oleh seluruh anggota P2K3 merupakan hal yang penting, dan tidak hanya untuk membangun hubungan di dalam organisasi, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa anggota melihat K3 sebagai suatu prioritas. Kehadiran secara reguler dari anggota juga dapat membantu mengembangkan kerjasama didalam penyelesaian masalah-masalah K3 yang dihadapi.
a) Para perwakilan yang duduk dalam organisasi P2K3 harus betul-betul mengerti tentang kondisi yang ada di dalam tempat kerja. Hal ini dapat mengurangi kebingungan tentang prosedur kerja dan pengaturan K3 di tempat kerja.
b) P2K3 memerlukan dukungan dari manajemen untuk dapat bekerja secara efektif. Dukungan yang diperlukan antara lain berupa:
Penyediaan informasi mengenai tempat kerja dan proses-prosesnya
Penyediaan waktu dan fasilitas untuk menyelenggarakanpertemuan
Menganjurkan para anggota P2K3 untuk mengikuti training K3
Penyediaan data statistik, laporan dan bahan referensi yang diperlukan
Pengesahan aktivitas-aktivitas P2K3, dll.
c) Panitia harus mengadakan pertemuan secara reguler. Frekuensi pertemuan mungkin sebulan sekali, tiga bulan sekali atau tergantung kebutuhan.
d) P2K3 harus mempunyai suatu kejelasan tujuan yang dimengerti oleh seluruh anggotanya.
e) P2K3 harus mempunyai agenda yang tersusun untuk setiap pertemuan, sehingga program yang direncanakan dapat dilaksanakan dengana baik. Setiap anggota P2K3 harus mempunyai kesempatan yang sama untuk menyumbangkan hal-hal yang diagendakan.
f) Suatu hal yang sangat penting adalah bahwa salah satu senior manajer harus duduk di dalam kepengurusan, sehingga setiap keputusan dapat segera diambil.
g) Efektivitas kerja P2K3 sangat ditentukan oleh kemampuan personel yang terlatih baik dari sisi manajemen maupun dari sisi pekerja. Dengan demikian, pemahaman tentang isu-isu K3 sangat vital dan dipahami oleh kedua belah pihak.
h) Peran dari ahli K3 di dalam P2K3 adalah sebagai penasehat atau pemberi saran, sehingga harus berada pada posisi yang netral, tetapi memberikan saran teknis dan informasi lainnnya yang diperlukan untuk kepentingan organisasi.
i) Perwakilan pekerja yang duduk didalam keanggotaan P2K3 harus dipilih oleh para pekerja dan mencerminkan keberadaan berbagai serikat pekerja yang ada di tempat kerja.
j) Kehadiran secara reguler oleh seluruh anggota P2K3 merupakan hal yang penting, dan tidak hanya untuk membangun hubungan di dalam organisasi, tetapi juga untuk menunjukkan bahwa anggota melihat K3 sebagai suatu prioritas. Kehadiran secara reguler dari anggota juga dapat membantu mengembangkan kerjasama didalam penyelesaian masalah-masalah K3 yang dihadapi.
BAGAIMANA P2K3 MELAPORKAN KEGIATANNYA
Atas operasioanal kegiatan P2K3, maka ketua P2K3 harus membuat dan menyampaikan laporan secara reguler baik kepada pemerintah maupun kepada pimpinan perusahaan yang bersangkutan. Laporan kegiatan P2K3 kepada pemerintah disampaiakan kepada Kepala Dinas atau kepala Kantor yang membidangi ketenagakerjaan kabupaten atau kota setempat dalam bentuk laporan triwulan dan ditembuskan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Propinsi dan Dewan K3 Propinsi. Sedangkan laporan kepada pimpinan perusahaan yang bersangkutan dibuat dan disampaikan setiap setelah diselenggarakan pertemuan baik pertemuan rutin maupun pertemuan khusus.
Fuad F.
PT. Kaltim Nitrate Indonesia,
Email : fuad.fachruddin@kni.co.id
Hp : 08115301207




Leave a Reply